MAIN QUOTE$quote=Steve Jobs

MAIN QUOTE$quote=Steve Jobs

Breaking News

Simalakama Kapolri Baru SBY

SIAPAKAH yang akan dipilih Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) mendatang? Setiap keputusan yang diambil SBY dalam memilih pengganti Jenderal Timur Pradopo mengandung risiko yang tinggi, apalagi bila dikait-kaitkan dengan Pemilu 2014.

Apakah SBY akan memakai kaca mata politik sebagai petinggi Partai Demokrat yang sedang menurun citranya lantaran sejumlah kasus pelanggaran hukum? Juga lantaran itu SBY hanya memikirkan kepentingan pribadi agar tetap punya kekuasaan pasca-Pemilu 2014? Ataukah SBY akan lebih fokus pada kepentingan bangsa dan negara sehingga persoalan-persoalan penegakan hukum yang buruk di negeri ini diperbaiki?

Momentum Pemilu 2014 adalah momentum penting bagi bangsa untuk memilih presiden yang baru. Presiden yang lebih baik dan lebih mampu mengatasi persoalan-persoalan yang sedang dihadapi warga bangsa. 

Salah satu persoalan krusial adalah penegakan hukum yang hanya tajam ke bawah, tetapi tumpul ke atas. Persoalan ini disebabkan watak buruk para penegak hukum di lembaga-lembaga penegakan hukum, termasuk Kepolisian Republik Indonesia (Polri). Mereka adalah entitas yang tidak bisa membebaskan diri dari penyakit korupsi, kolusi, dan nepostisme (KKN) karena pemimpin di lembaga-lembaga penegakan hukum itu bukan sosok yang sepenuhnya bersih dari KKN.

Karena itu, solusi paling tepat adalah mengubah watak para penegak hukum agar tampil sebagai entitas yang adil dan tegas dalam melakukan kerja-kerja penegakan hukum. Untuk itu, dibutuhkan sosok pemimpin lembaga-lembaga penegakan hukum yang betul-betul punya kemampuan memutus tradisi buruk KKN yang kini sedang berlangsung menjadi tradisi daripada mengejar prestasi.

Jadi, segalanya tergantung kepada siapa yang kelak akan menjadi presiden pasca-Pemilu 2014. Sesuai dengan konstitusi di negeri ini, kepala negara memiliki wewenang untuk menentukan sosok yang akan menjadi pemimpin lembaga-lembaga penegakan hukum, terutama di Polri. 

Karena itu, orang yang akan dipilih Presiden SBY sebagai Kapolri menjelang Pemilu 2014 akan sangat menentukan masa depan penegakan hukum di negeri ini. Sebab, banyak kasus hukum yang tidak selesai, termasuk Centuri, yang konon punya keterkaitan langsung dengan kredibilitas sejumlah pejabat negara. 

Jika Kapolri yang dipilih Presiden SBY merupakan sosok yang bersih dan punya biografi yang mulus terkait penegakan hukum di negeri ini, bukan mustahil skandal Centuri akan dibongkar kembali. Sejumlah kasus lain yang juga dihentikan seperti rekening gendut Polri punya kemungkinan untuk diterangjelaskan kepada publik. Begitu juga halnya dengan kasus-kasus korupsi yang melibatkan elite-elite partai politik, termasuk elite Partai Demokrat.

Penegakan hukum adalah persoalan krusial di negeri kita. Polri sebagai salah satu lembaga penegakan hukum terkesan tidak berperan aktif dan produktif. Banyak kasus hukum yang ditangani Polri tidak memberikan kepuasan bagi publik, terutama kasus-kasus yang diduga kuat terjadi karena malapraktik elite-elite polisi sebagai penegak hukum. 

Belum lagi bila dikaitkan dengan pertikaian-pertikaian di tingkat internal Polri, rebutan jabatan signifikan di kalangan perwira-perwira polisi yang berdampak serius terhadap buruknya kohesivitas di kalangan anggota Polri. Sulit membantah bahwa persaingan di lingkungan internal Polri sangat ketat dan sudah dimulai sejak tingkat pendidikan di lingkungan Akademi Polisi (Akpol). Pada tataran ini, setiap anggota Polri akan masuk ke dalam jaringan pertemanan sesama alumni. Jaringan inilah yang paling berperan dalam menentukan karir di lingkungan Mabes Polri.

Artinya, ada semacam konvensi di lingkungan angkatan dalam lembaga pendidikan di lingkungan Polri untuk lebih memberikan tempat kepada alumni satu angkatan dan untuk itu tidak diperlukan kriteria-kriteria khusus semacam prestasi kerja. Nepotisme bagai sebuah jaminan bahwa seorang anggota Polri akan bekerja sangat baik meskipun kriteria tentang baik itu lebih tepat disebut kepatuhan terhadap komandan dalam lingkungan jaringan alumni.

Siapa pun yang dipilih Presiden SBY menjadi Kapolri di antara sekian banyak jenderal polisi di lingkungan Mabes Polri pasti akan mendapat reaksi dari publik. Sebagian besar reaksi itu akan sangat buruk, terutama karena Presiden SBY harus memilih satu orang jenderal polisi di antara setumpuk jenderal polisi dari lingkungan Polri yang sedang dihantam berbagai masalah malapraktik.

Presiden SBY saat ini berada pada posisi simalakama. Harus memilih Kapolri yang diharapkan mampu membenahi penegakan hukum di negeri, tetapi dengan risiko kasus-kasus hukum yang mendera siapa saja akan terbongkar, termasuk kasus hukum yang mendera Partai Demokrat. Pilihan harus dilakukan karena Presiden SBY telanjur menetapkan pada Maret 2013 bahwa Kapolri Jenderal Timur Pradopo akan segera diganti pada Agustus atau September 2013. 

Pada tataran inilah, sikap kenegarawanan SBY sebagai presiden RI akan diuji. Sebagai satu-satunya pihak yang paling menentukan siapa yang akan menjadi Kapolri, sikap kenegarawanan Presiden SBY akan terukur. 

Sesungguhnya, Presiden SBY punya cukup data dan referensi tentang sosok seperti apa yang dibutuhkan sebagai Kapolri yang baru. Di antara sebelas nama jenderal polisi yang sudah disaring oleh Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Presiden SBY bisa memilih salah satu. Meskipun begitu, Presiden SBY masih bisa meragukan sebelas nama tersebut sambil mencari-cari sosok yang lebih pas dari tumpukan jenderal di Mabes Polri.

Kompolnas hanya mengusulkan, bukan berarti Presiden SBY sangat tergantung pada usul tersebut. Presiden SBY pun masih bisa mendengarkan masukan dari puhak lain. Jika mengacu pada pemilihan Kapolri pada 2010, Presiden SBY tampaknya mengabaikan berbagai usul yang masuk. Tawaran dari Kompolnas, juga hasil uji kelayakan dan kepantasan DPR, serta berbagai analisis yang dilakukan para kriminolog, sama sekali tidak dipertimbangkan. Presiden SBY malah memilih Timur Pradopo menjadi Kapolri untuk menggantikan posisi Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Daruri yang memasuki masa pensiun. 

Budi Hatees | JAWA POS, 13 Agustus 2013

No comments

Terima kasih atas pesan Anda