Kritik Beserta Hal-Hal yang Tidak Perlu dan yang Perlu
Tiap orang resisten terhadap kritik. Seorang pejabat yang mengaku sangat demokratis, akan memerah juga kulit mukanya jika dikritik. Fatia-Haris, dua aktivis hak asasi manusia (HAM), belum lama ini membuat seseorang merasa merasa harga dirinya dicermarkan. Dia pejabat, dan sebetulnya dialah yang membuat nama baiknya tercemar, karena tindakannya memanfaatkan jabatan publik yang disandang untuk mengembangkan bisnis pribadinya.
Mendudukkan kritik sebagai sesuatu yang menyakitkan hanya akan dilakukan oleh orang yang sejak awal sudah berasumsi bahwa hasil kerjanya tidak akan mendapat apresiasi yang baik dari orang lain. Asumsi seperti itu muncul karena bekerja baginya bukan ekspresi dari apa yang dia ketahui dan rasakan, bukan pula manifestasi olah rasa dan budipekerti, tetapi usaha coba-coba lantaran merasa segala sesuatu bisa dikerjakan dengan mudah akibat terlanjur mendengarkan guru yang keliru. Jika dia seorang pejabat, kritik terhadap hasil kerjanya disebabkan dia tidak punya kapasitas untuk mengurusi urusan-urusan dalam jabatannya, tetapi dia diangkat sebagai pejabat dan harus melakukan urusan itu.
Orang seperti ini melimpah di negeri ini, sering menjadi polutan. Mereka biasanya akan membentengi diri dengan alasan-alasan yang dapat melawan kritik itu. Sering kali alasan yang dibuat tidak berkaitan dengan apa yang dikritik orang lain karena dia sebetulnya tidak punya pengetahuan dasar tentang apa yang dia kerjakan, tidak jarang justru pembelaannya memicu munculnya kritik yang lebih dasyat. Pada akhirnya, dia akan emosi sambil berkata: "main kita.... aku datangi kau ke rumahmu."
Di dalam dunia sastra, saya sering bertemu para sastrawan yang histerikal. Tiap kali karyanya dikritik, dia akan berteriak-teriak tetapi tanpa suara kepada orang lain, menyampaikan hal-hal berbeda dari kritik yang diterimanya dengan tujuan agar orang lain membenci si pengkritik. Dia akan bilang: "Orang itu mengkritik karya saya karena saya pernah menolak saat dia meminjam uang. Dia emosi lalu mencari-cari keburukan saya."
Setiap orang memiliki pagar dan tameng. Hanya orang-orang yang pengecut dan menderita paranoia yang akan membuat pagar dari tembok tinggi dan setiap sisinya ada CCTV. Orang-orang histerikal, yang cepat panik tiap kali merasa dirinya disudutkan, akan menaruh penjaga dan pengawal di sekitarnya. Para pengawal itu direkrutnya dengan cara histerikal yang sama.
Pejabat yang memiliki kekuasaan juga seperti itu. Fatia dan Haris adalah korban dari pejabat seperti itu.
Biasanya, orang yang dikritik dan membela diri atas kritik itu, tidak bisa membangun komunikasi yang produktif. Orang lain yang menyimak bagaimana dia menanggapi kritik akan merasa telah melakukan pekerjaan sia-sia.
Kritik itu tidak seperti kripik, enak dikunyah sambil nonton debat Capres yang mestinya belajar kepada para komika.
Kritik selalu diawali dengan ada sesuatu yang terlalu dibanggakan. Membangga-banggakan itu bagian dari pamer. Tidak semua orang menyukai perilaku pamer. Misalnya, seorang aktor yang merilis film terbarunya dan memuji kemampuan aktingnya di dalam film itu.
Para penggemarnya akan membenarkan ucapan si aktor, karena para penggemar tidak memahami akting, apalagi sinematografi. Penggemar hanya mengandalkan keterpesonaan pada apa yang tampak di permukaan seperti penampilan fisik si aktor. Jika si aktor itu tampan, penggemar menilai semua yang dilakukan si aktor pasti seperti ketampanannya.
Ketika kritikus film mempunyai penilaian berbeda, karena ia menilai berdasarkan pengalaman dan pengetahuannya yang luas seputar dunia film dan sinematografi, para penggemar si aktor akan menjadi orang pertama yang membenci kritikus film itu. Sering, penggemas akan melakukan kekerasan verbal yang sudah sangat umum.
"Kau saja tak pernah main film, kok berani mengkritik akting orang lain....."
Penggemar pun tidak pernah main film. Jawaban seperti itu sudah bisa ditebak. Orang akan menanggapi sebatas kualitas pengetahuannya. Lantaran penggemar tak pernah main film, dia akan menganggap main film itu sesuatu yang luar biasa. Sesuatu yang tidak semua orang bisa melakukannya. Sebab itu, apa yang sudah dilakukan si aktor harus dipuja-puji.
Beginilah sesat pikir yang acap terjadi. Setiap orang mestinya menyadari bahwa seorang aktor memang memilih menjadi aktor yang pekerjaannya bermain film, menghasilkan sebuah produk tontonan yang memaksa publik membayar agar bisa menontonnya. Ketika penonton memutuskan mengeluarkan uang untuk menonton, pilihan itu terjadi karena dia punya ekspektasi tentang apa yang akan ditontonnya.
Saat menonton, si penonton mungkin sangat terhibur karena ekspektasinya memang mencari hiburan. Tapi, ada banyak penonton yang ingin mendapatkan hal selain hiburan. Mungkin kenikmatan sebagai penonton, yang membuatnya bagai diajari kembali untuk memahamkan fenomena kehidupan manusia. Dan, mungkin, hal itu yang tidak diperolehnya.
Ketika penonton seperti itu kemudian menulis kritik atas film tersebut, dan ia menyimpulkan bahwa sutradara film berikut para aktornya tidak mampu membangun komunikasi yang baik dengan penonton sehingga pesan dari film tak bisa diterima penonton, bukan berarti dia harus lebih dahulu menghasilkan film baru boleh bicara seperti itu.
Orang tidak perlu ditabrak mobil untuk tahu bahwa ditabrak mobil itu akan menyebabkan gangguan mental, cacat seumur hidup, atau kematian. Dengan mengetahui tentang para korban tabrakan yang sangat menderita, orang lain bisa menyimpulkan bahwa ditabrak mobil itu tidak perlu dicoba.
Lantas, apakah kritik itu harus diterima dengan lapang dada, dibiarkan karena pada akhirnya orang lain akan lupa, atau ditanggapi dengan emosi yang membabi buta.
Semua terkandung kau. Yang jelas, orang yang tidak berbuat dan tidak menghasilkan apapun, tidak akan pernah dikritik orang lain. Bukan berarti pula, kau memproduksi karya sembarangan dan mengklaim karyamu sebagai luar biasa, lalu masa bodoh ketika orang lain mengkritikmu.
Hidup ini, yang terpenting, adalah kebermaknaannya. Tidak ada gunanya punya banyak karya tapi nir makna.
0 #type=(blogger)
Terima kasih atas pesan Anda