Huh

by - July 26, 2008

Jika seseorang muak, lelah, kesal, gerah, geram, marah, dan tak bisa melampiaskan semuanya, hanya satu kata yang acap meluncur dari mulutnya: huh! Itu sebabnya, dalam olah nafas, kata "huh" teramat sering diucapkan, karena berfungsi menetralisir degup jantung.


Saat seseorang mengatakan "huh", secara bersamaan karbon monoksida lepas dari paru-parunya. Saat itu, oksigen masuk dalam volume yang relatif lebih besar, sehingga darah lebih lancar memompa ke seluruh urat nadi.


Alasan itu juga, kenapa dalam latihan teater seseorang membutuhkan banyak waktu untuk mengajari cara mengatakan "huh". Sebab itu, katakanlah "huh", maka Anda akan merasa segar.


Saat ini, di tengah-tengah kehidupan masyarakat Lampung, yang sudah membuat siapa saja muak, lelah, kesal, geram, marah, tapi tidak bisa melampiaskannya, setiap orang harus belajar mengatakan "huh".


Lihatlah para elite di DPRD Lampung, setiap kali hendak membahas anggaran pendapatan dan belanja daerah, selalu saja mereka ribut bukan soal apa yang akan dibahas itu. Tapi soal konflik yang sebetulnya bisa dibuat pendek, tetapi lebih asyik dibuat panjang. Sama persis seperti pepatah yang khas dalam birokrasi, "kalau bisa dipersulit kenapa harus dipermudah".


Mari kita katakan "huh" kepada para anggota Dewan itu. Kita katakan juga "huh" bagi elite di eksekutif. Entah kenapa mereka tidak berusaha menjalankan birokrasi pemerintahan daerah untuk mengurusi kepentingan rakyatnya. Seluruh energi diarahkan dan dihabiskan untuk memikirkan, cara "melawan" aksi para anggota legislatif.


Seluruh perhatian dan keseriusan tersedot ke sana, ke konflik yang mengada-ada itu. Sehingga cara mereka menyelesaikan dan meredakan persoalan yang dihadapi rakyat di Kecamatan Kemiling, cuma dengan sepenggal kalimat: "Jangan terpengaruh isu-isu negatif."


Bukankan kekhawatiran rakyat di Kecamatan Kemiling, yang tinggal dalam tenda hampir sepekan lamanya, tidak ada kaitannya dengan politik? Bukankah mereka hanya memikirkan satu hal: tak ingin jadi korban jika bencana gempa betul-betul terjadi.


Kewaspadaan sangat penting dalam hidup. Bukankah dunia sudah tidak aman bagi penghuninya, karena apa saja bisa menjadi penyebab kematian sia-sia. Bukankah elite bisa menjadi sumber bencana yang lebih dasyat dari akibat gempa?


Katakanlah "huh" kepada Gubernur Lampung yang mengatakan bahwa "bumi yang berguncang di Kecamatan Kemiling merupakan isu yang menyesatkan". Tak ada manusia yang bisa memprediksi gempa bumi secara pasti, sekalipun dengan alat canggih. Karena gempa bumi milik-Nya, Tuhan yang tahu persis dengan rencananya. Tapi alam mengajarkan, ada fenomena-fenomena yang bisa ditafsirkan. Kita hanya punya tafsir itu. Itulah yang dilakukan orang-orang di Kemiling. Sebuah tafsir yang berwarna-warni atas fenomena alam.


Siapa tahu gempa yang terus-menerus menggoyang Provinsi Lampung, sebuah cara mengingatkan agar kita lupakan konflik yang tidak perlu. Kita harus merefleksikan, bahwa Tuhan masih menyayangi orang-orang di Kemiling. Sebab itu, katakanlah "huh" kepada elite yang tidak bisa menenangkan hati mereka. Elite yang cuma punya tafsir "hitam" dan "putih".

You May Also Like

0 #type=(blogger)

Terima kasih atas pesan Anda