BUKAN hal besar bila Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Lampung melakukan operasi tangkap tangan (OTT). Bukan hal besar pula bila operasi itu berhasil menangkap polisi yang menyalahgunakan wewenangnya.Ini sesuatu yang terlambat. Sangat terlambat.
Mestinya dari dulu Propam bekerja seperti ini. Tapi Propam baru kali ini gesit. Selama ini sangat lamban, dan cenderung tidak mampu bergerak. Entah lantaran terlalu gemuk, sehingga bergerak juga susah. Atau, lantaran kurang diperhatikan, lalu ngambek dan lebih banyak mengurusi hal-hal yang tak subtansial.
Meski begitu, kita harus bersyukur, karena Propam akhirnya bisa bekerja. Tapi, jangan sampai hal ini cuma hangat sebentar. Semoga Propam selalu seperti itu, setiap saat.
Kita maklum, posisi Kapolda Lampung masih baru. Selain itu, Kepala Devisi Propam Mabes Polri juga masih segar.
Hal-hal baru di dalam lembaga-lembaga negara selalu menghasilkan tradisi baru. Biasanya, hal baru ini tidak kontinyu. Daya tahannya lemah. Dalam hitungan bulan, tradisi-tradisi baru itu sudah melempem. Lalu kembali lagi pada status quo, sesuatu yang menyesakkan dada.
Tapi, tampaknya, kita harus berharap banyak pada Propam Polda Lampung. Pasalnya, Propam mendapat pekerjaan rumah yang luar biasa dari Kadiv Propam Mabes Polri Inspektur Jenderal Pol Idham Aziz.
Dulu, saat masih berpangkat brigadir jenderal, Idham bertugas sebagai Irwasum (inspektur pengawas umum). Ketika Kapolri Jenderal Pol Tito Karnivian mengangkatnya sebagai Kadiv Propam Mabes Polri, dia mendapat kehormatan tambahan satu bintang di bahu.
Ia punya sejarah karier yang nyaris mirip dengan Kapolri. Banyak bertugas di daerah konflik dan pernah ada dalam jajaran Densus 88 Antiteror. Ia juga polisi yang disiplin.
Sebagai kompatriotnya, Kapolri secara khusus meminta Idham melakukan pengawasan internal lebih keras. Maka, pasti, Kadiv Propam Mabes Polri ini akan banyak melakukan “operasi bersih-bersih” ke dalam internal Polri. Tentu, Polda-Polda juga akan terkena “operasi bersih-bersih”. Konon lagi Polda Lampung, yang sejak beberapa bulan terakhir terlihat “sangat tidak bersih”.
Tentu saja langkah Irjen Pol Idham ini bisa berjalan lancar apabila dimulai dengan membersihkan institusi yang dipimpinnya. Pasalnya, mereka yang duduk di Propam, biasanya, mereka yang tidak terlalu menghendaki kedudukan itu. Ada imaji yang anjlok terhadap Propam di kalangan anggota Korps Bhayangkara. Ada semacam rasa tidak senang bila dipindahkan ke sana.
Setiap anggota Propam, merasa bahwa dirinya diposisikan sebagai “terhukum”. Hanya orang-orang tertentu, yang punya imej rendah, yang akan berada di posisi Propam.
Padahal Propam itu benteng pertama Polri dalam menjaga kemurnian profesinya. Sebagai benteng, Propam punya potensi meningkatkan citra Polri. Tentu, Propam harus transparan dalam menjalankan profesinya. Jangan sampai anggota polisi yang ditangkap justru dilindungi.
Sudah seharusnya Polri itu membuang anggota yang berpotensi merusak citra Polri. Publik menghendaki polisi yang merakyat, yang mengerti dan paham subtansi dan filosofi pemolisian sipil. Semoga.(*)