Saya dan Keseharian

by - April 11, 2013

Sejak lama sudah saya bayangkan, saat usia memasuki angka 40 tahun, saya akan tinggal di kampung halaman sebagai diri saya sendiri. Pada 2009, niat itu semakin mendekati kenyataan setelah bertahun-tahun hidup menjauh dari kampung kelahiran. Tapi, segala sesuatunya terjadi di luar kehendak, langkah saya justru semakin menjauh.

Tahun 1991 ketika itu, lulus SMA Sipirok. Saya punya harapan besar melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi, tapi suntikan semangat tak saya dapatkan dari status perekonomian keluarga. "Tak usah sekolah," kata ibu saya. "

Saya tidak menurut, dan itulah untuk pertama kali saya tak mengikuti keinginan orangtua. Kelak, tidak menurut ini menjadi watak saya.

September 1991, ketika takbir Idul Adha bergema di masjid, saya naik bus ALS ke Jakarta. Bekal di kantong hanya beberapa ratus ribu, dikasih ibu, setelah ia meloloskan cincin emas dari jemarinya. Lima potong pakaian, yang ukurannya kekecilan ada dalam tas usang bekas ditambal ibu. 

Duduk di bangku bus dekat jendela, aku lihat wajah ayah yang seakan tak yakin dengan pilihanku. Aku lihat ibu, sebuah senyum mengembang di wajahnya.

Sejak 1991, saya nyaris tak pernah kembali hingga 2007. Saya pulang untuk beberapa jenak, lalu pergi lagi. Sebuah kabar tiba pada 2010, ayahku kecelakaan. Aku terpukul. Aku pikir, aku tak pernah memberi apapun kepada ayahku. Tahun itu, ayahku berobat ke Jakarta. Kakinya patah. Ia tampak luntur secara psikologis. Aku berusaha mendampinginya.

Usai berobat di Jakarta, aku putuskan menjaganya. Tahun 2012, aku pulang dan tinggal bersamanya. Entah ayahku bangga atau tidak. Aku tak memikirkan itu. Ayahku hebat.

Pada 2015, ayahku sembuh dan dunia luar memanggilku. Aku berangkat lagi, ke Lampung. Tapi pada 2016, di bulan Januari, ayahku meninggal. Ayahku meninggal.
Ayahku meninggal.
Ayahku meninggal.
Ayahku meninggal.
Ayahku meninggal.
Ayahku meninggal.
Ayahku meninggal.
Ayahku meninggal.
Ayahku meninggal.
Ayahku meninggal.
Ayahku meninggal.
Ayahku meninggal.
Ayahku meninggal.
Ayahku meninggal.

You May Also Like

0 #type=(blogger)

Terima kasih atas pesan Anda