Suwandi Jatuh Cinta Begitu Dashat Pada Mangrove

by - May 09, 2010

Dipublikasikan di Lampung Post edisi Kamis, 29 September 2005

Oleh Budi P. Hatees

Tubuh kecil itu tenggelam dalam t-shirt kedoran warna putih. Ia berdiri di geladak KM Sehati yang melaju pada kecepatan 30 knop menuju sepotong delta di peraian Teluk Ratai, Kecamatan Padang Cermin, Kabupaten Lampung Selatan. Angin memukul wajah legamnya, menengggelamkan setiap kalimat yang diucapkannya lewat megaphone ke dalam deru ombak dan mesin motor.



Rabu (28-9), Suwandi (62), laki-laki yang memegang megaphone, memimpin perjalanan menuju sepotong delta yang menjadi lokasi rehabilitas hutan mangrove. Delta yang pada tahun 1990 merupakan kawasan hutan mangrove paling subur dengan 10 jenis bakau ditambah nipah di pesisir pantai Selatan Provinsi Lampung itu, kini hancur lebur oleh ulah para perambah.

Dari perairairan Teluk Ratai, delta itu terlihat masih hijau dan subur. Tapi, ketika masuk sekitar 300 meter ke dalam kawasan, baru terlihat kondisinya yang porak-poranda. Di areal sekitar 50 hektare kawasan hutan yang berfungsi sebagai pemecah ombak dan pencegah intrusi air laut itu, sejauh mata memandang yang terlihat bentangan tanah rawa berwarna coklat tua. Tunggul-tunggul kayu bekas penebangan menyembul dari air payau, memperkuat kesan telah terjadi pembantaian dalam kurum waktu cukup lama terhadap habitat 10 jenis flora bakau langka di kawasan itu.

Dinas Kehutanan Provinsi Lampung mencatat ada 7.000 hektare lahan mangrove di pesisir pantai Selatan Provinsi Lampung, sebagian besar berada di Kecamatan Padang Cermin. Kondisi hutan-hutan mangrove yang juga menjadi habitat berbagai jenis nyamuk penyebar wahab malaria itu, sudah rusak parah dan perlu tindakan cepat untuk merehabilitasinya.

Itulah yang kini dilakukan Suwandi. Bersama Kelompok Tani Nelayan Sinar Jaya yang didirkannya pada 1997, penduduk Desa Durian, Kecamatan Padang Cermin, ini Suwandi berusaha merehabilitasi kawasan hutan mangrove di daerahnya dengan cara menyebarkan bibit-bibit mangrove di kawasan itu.

Ada 50 hektare areal hutan mangrove yang telah hancur di Desa Durian, dan dampaknya sudah dirasakan penduduk setempat berupa merebaknya malaria dam intrusi air laut yang membuat sumur warga tercemar. Kondisi ini yang mendorong Suwandi bersama anggota kelompoknya memunguti bibit-bibit berbagai jenis bakau di dalam kawasan hutan mangrove yang masih sisah. Bibit itu yang ditanam di dalam polibek-polibek kecil hingga siap untuk disebar.

"Kami melakukannya sejak 1997. Ketika orang belum memikirkan dampak rusaknya hutan mangrove, kami sudah mulai menanam bakau," kata Suwandi.

Awalnya, bibit-bibit bakau itu ditanam di belakang rumah masing-masing anggota. Setelah berusia sekitar dua bulan, bibit-bibit itu sudah bisa disebar. Kemudian, secara bergotong royong bersama penduduk sekitar yang sebagian besar mata pencahariannya nelayan, mereka melakukan penanaman di lokasi-lokasi hutan mangrove yang telah rusak.

"Bersamaan dengan itu, tidak ada lagi warga yang mau menebang bakau. Sekarang warga saya sudah paham manfaat mangrove," kata dia.

Tidak mudah bagi Suwandi untuk meyakinkan warganya agar tidak merusak hutan mangrove. Bagi sebagian masyarakat hutan mangrove lebih dilihat sebagai sumber duit yakni bahan baku terbaik untuk produk arang. Hampir setiap hari ada saja pohon bakau yang ditebangi guna membuat arang hingga seluruh mangrove jadi habis.

"Perlahan-lahan saya yakinkan mereka agar tidak lagi menebangi bakau. Sebaliknya, saya mengajak mereka menanam bakau kembali," kata dia.

Dibantu Pemerintah

Kerja keras Suwandi bisa dibilang membawa hasil. Kebiasaan warga membibit bakau ternyata melahirkan mata pencaharian baru bagi mereka. Sebab, bibit-bibit bakau yang mereka miliki, ternyata diminati oleh beberapa pengusaha yang bergerak di sektor perikanan di Lampung yang perduli terhadap keberadaan mangrove.

"Untuk daerah Lampung, bibit bakau milik Pak Suwandi berkualitas bagus. Kalau pemerintah mau merehabilitasi hutan mangrove, kami meminta bibit dari Pak Suwandi," kata Arinal Djunaidi, kepala Dinas Kehutanan Provinsi Lampung.

Karena kerja keras Suwandi bersama kelompok tani yang dikelolanya, Arinal Djunai mengaku sangat terbantu. Sebab itu, setiap kali ada program budidaya dan rehabilitasi hutan mangrove, Suwandi berserta kelompoknya selalu dilibatkan. "Tahun ini kita beri kelompok mereka bantuan dana APBD untuk meningkatkan kinerja pembibitan bakau," kata Arinal.

Suwandi mengaku sangat terbantu. tapi, yang paling penting bagi Suwandi, bagaimana meyakinkan semua orang bahwa hutan mangrove itu pantas dilestarikan. "akhir-akhir ini saya sering dihubungi pengusaha-pengusa tambak dan sektor perikanan laut lainnya. Mereka memesan jutaan bibit bakau," kata dia.

You May Also Like

0 #type=(blogger)