Puisi Sebuah Variasi Kematian Dinasti Sori Mangaraja

by - August 27, 2017

Minggu, 27 Agustus 2017
SEBUAH VARIASI  
KEMATIAN DINASTI 
SORI MANGARAJA 

1

dengan kau
atau tanpa kau di sampingku,
aku tetap akan pergi, Palti Raja.
mati orang kata

hidup tanpa aku, kelak
hidup tak sepenuhnya berjaya
hidup seperti rusa-rusa
selalu diburu untuk diperdaya

tapi tidak, Palti Raja,
tak bisa kau lakukan apa
kematianku sudah pasti,
Mula Jadi Nabolon menulis ini

lagipula aku tak ingin jadi abadi
sebagai arwah, ruh-ruh leluhur
yang menghuni batu dan api
yang berdiam di gunung dan lamur

selepas ini sejarah akan ditulis kembali
ditulis anak-anak Singa Mangaraja,
dia patuan dari Bakkara,  turun di bumi
mereka menyebut utusan Debata

turun di mayapada, di Sianjur Mula
dan selalu begitu, mata pena menulis kata
tergantung pada tangan siapa
yang memegangnya

memang  tak seperti itu adat mula,
misalnya kita, tak pernah mengenal Debata
kita mengenal Mula Jadi Nabolon
di tiga tingkat benua

tapi siapa bisa tahu masa lalu
saat orang-orang bicara tentang waktu
semua ini, akhirnya, hanya alkisah
seseorang harus jadi tukang cerita

tapi, biar, biarlah, Palti Raja.  tak ada yang sungguh jadi abadi
aku juga tak ingin jadi abadi di luat ini, di portibi ini
maka pergilah! ajak mereka yang masih setia padamu.
bawa ke Selatan, ke daerah yang jauh

tak usah kau berpikir kembali ke Utara
jika sudah tiba, bertahanlah, bertahan, Palti Raja.


2

ia pun berpamit, pergi  ke peraduan
malam itu. suara-suara kesunyian adalah bunyi burung malam,
burung yang hinggap di dahan hayuara di halaman istana,
bunyi yang sebetulnya tidak biasa

di pintu kamar, Palti Raja berjanji akan terus berjaga
hingga kokok ayam pertama. hingga baginda
muncul lagi seperti semula.
tapi di dalam kamar itu, dari balik korden, seseorang  segera keluar
dengan tombak di tangan dan rencana-rencana baru di kepala

detik-detik berikutnya kau tahu, malam terasa sangat sunyi,
sangat sunyi. tak terdengar serangga berbunyi

dan pagi harinya, istana gempar,
sebab baginda yang bijaksana sudah terkapar

3

Palti Raja tahu apa sesungguhnya yang telah terjadi
lewat lubang kunci, ia lihat saat kau tusukkan tombak itu,
saat kau berkata: “sudahlah, Sori Mangaraja!”

dan memang, segalanya sudah di Utara
bagi dinasti Sori Mangaraja.


4

hingga beradab kemudian, seseorang yang tak pernah diperhitungkan
datang dari Selatan, dari kaki Bukit Barisan,  dari rimbun hutan
di Rao. berjubah putih, pedang kilap di tangan, menghela kuda putih
berlari sejajar matahari terbenam dan di dadanya ditanak dendam

saat senja menyarungkan cahayanya ke dalam kelam, pedang dicabut
kuda-kuda dihela dalam larutan malam, debu-debu hitam
membuat waktu berwarna kelam.

kota terbakar oleh nyala dendam. jelaga memenuhi langit
sebagai gumpalan awan. di udara kesiur bau amis dan sangit
seseorang yang berdiri di atas batu, mencatat peristiwa itu,
dengan kalimat: “dendam yang pendam sudah melabuh.”


BEGU GANJANG

lidah mereka kelu setiap ingin menyebut namaku
meskipu segar dalam ingatan. maka aku dipanggil begu ganjang
nama yang tak akrab dengan telingaku

tapi apalah arti sebuah nama?  aku hanya tertarik pada sajen
di atas daun pisang, tiga helai daun sirih, sekeping pinang,
linting rokok kemenyan, rerupa kembang,

dan air dari tujuh telaga di tujuh benua, ditaruh pada tujuh bokor
di bawah akar hayuara.  maka kusingkirkan gelap
yang selalu buat mereka terperangkap dalam pesonanya harap

lalu aku simak rafal mantra yang disyairkan tanpa iringan nada
desau angin di daun-daun hayuara, juntai akar-akarnya
aku gerakkan sebagai tanda: persembahan mereka aku terima

lidah mereka kelu, kelopak mata terpejam serupa mengejan
aku tahu bulu-bulu di kuduk mereka segera menari-nari
lalu kurontokkan sehelai daun hayuara

senyum segera merekah sebelum bangkit dan beranjak
menanam percaya jauh di lubuk hatinya. kening menyala,
membayang hari akan senantiasa membuat terpesona.

Begu Ganjang: mitos di lingkungan masyarakat Batak tentang roh halus yang menakutkan.

You May Also Like

0 #type=(blogger)

Terima kasih atas pesan Anda