Legenda Puteri Sinar Kaca, Lahir Dari Tradisi Melayu di Lampung
Putri Sinar Kaca. Ini hanya dongeng, sebuah legenda. Sebuah foklor, sebuah mitos. Tapi, ia menjadi sebuah objek yang menarik untuk dikaji. Sepenggal pertanyaan pun menjadi sangat mengganggu: Kenapa legenda ini bisa muncul dari lingkungan masyarakat Lampung, dari realitas kehidupan budaya masyarakat Keratuan Pugung.
Pertama kali mendengar legenda Putri Sinar Kaca—itu terjadi pada tahun 1999, ketika bertemu dengan seseorang tokoh adat masyarakat Keratuan Pungung—ingatan saya segera tertuju pada Legenda Putri Hijau yang lahir dari lingkungan masyarakat Melayu Deli, para ahli waris Kerajaan Haru.
Legenda Putri Sinar Kaca memiliki kemiripan dengan Legenda Putri Hijau, karena kedua putri digambarkan dengan sangat cantik. Kecantikan mereka tersohor kemana-mana, melintas benua, melintas waktu. Kecantikan itu pun berbinar, memancarkan cahaya yang sampai kemana-mana.
Kalau Putri Hijau memancarkan warna kehijauan, maka Putri Sinar Kaca memancarkan cahaya terang benderang yang berpendar-pendar kemana-mana. Kalau Putri Hijau membuat Raja Aceh kepincut, Putri Sinar Kaca membuat Sultan Banten kepincut.
Persamaan lain kedua legenda ini berupa kemunculan legenda itu sendiri. Legenda Putri Hijau muncul saat terjadi perebutan kekuasaan atas kawasan perdagangan di Selat Malaka, antara empat kerajaaan besar. Legenda Putri Sinar Kaca muncul dalam situasi yang juga mirip, ketika terjadi perebutan kekuasaan antara Kesultanan Banten, Keratuan Pugung, Kesultanan Palembang, dan Kerajaan Belanda atas kawasan Selat Sunda.
Selain itu, geografis kelahiran legenda juga memiliki kemiripan. Kalau Legenda Putri Hijau lahir dari Kerajaan Haru yang berlokasi di pinggi Sungai Deli. Sedangkan Putri Sinar kaca lahir dari Keratuan Pugung yang berlokasi di pinggir Way (Sungai) Sekampung.
***
0 #type=(blogger)
Terima kasih atas pesan Anda