MAIN QUOTE$quote=Steve Jobs

MAIN QUOTE$quote=Steve Jobs

Breaking News

Jurnalisme Munafik, ALiran Baru Jurnalistik (3)

Inilah salah satu hasil analisis saya atas produk Lampung Post.


Salam Kreatif
Edisi 8 Juni 2007


Pengantar


Analisis Penelitian dan Pengembangan Lampung Post ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif. Pendekatan ini mengabaikan positivisme Augusto Comte, sehingga sangat pasti hasilnya bukan bacaan yang enak dan menghibur meskipun perlu bagi peningkatan kualitas jurnalisme kita.


Dari Mak Erot sampai Pembaca yang Terdidik

SEBUAH keberhasilankah ketika membaca Lampung Post kita menemukan banyak iklan Mak Erot, viagra, dan hal-ihwal yang biasa ditemukan pembaca di Misteri, Lampu Merah, Rakyat Merdeka, dan “media kuning” lainnya? Bagi Bagian Iklan Lampung Post, sangat pasti, ini keberhasilan. Bisa dapat iklan di era persaingan bisnis media yang super ketat saat ini, tentu ini sebuah keberhasilan (?)

Akan tetapi bagi sebuah industri penerbitan pers yang mengambil posisi “media kalangan terpelajar”, iklan serupa ini menjadi bukti bahwa manajen instuitusi pers bersangkutan sudah tak kuat lagi mempertahankan komitmennya. Ini pun berarti, institusi pers tersebut “angkat tangan” menghadapi realitas persaingan bisnis iklan yang tajam dan keras.

Oleh sebab itu, sangat ganjil dan aneh kalau pembaca Lampung Post disuguhi iklan Mak Erot, viagra, pengobatan super sempurna—yang lebih banyak menawarkan mimpi dan omong kosong. Disamping tidak mendidik, kita harus memahami bahwa media cetak adalah sumber penting bagi pembaca untuk melunasi kehausannya akan informasi.

Bicara soal “dahaga infomasi” yang dialami publik pembaca, posisi ini belum maksimal dipenuhi oleh Lampung Post. Analisis ini sebuah contoh saja dari bagaimana Lampung Post melakukan kerja memuaskan “dahaga informasi” publik atas Pemilihan Rektor Unila (Perela).

Setelah berlangsung berbulan-bulan, mula dari tahap persiapan panitia, pendaftaran calon rektor, terpilih rektor, sampai pasca terpilih rektor, jelas sekali bahwa perspektif yang diemban Lampung Post tidak “memandang Unila sebagai lembaga pendidikan tinggi untuk menggodok generasi muda di provinsi ini”. Kesimpulan ini untuk tidak menyebut bahwa Lampung Post tidak mengerti betul posisi Unila dalam pembangunan nasional di provinsi ini.

Serial Pemilihan Rektor Unila di Lampung Post merupakan serial liputan terpanjang yang pernah dilakukan, setelah serial yang melelahkan dan nyaris membosankan saat Lampung Post meliput peserta Akademi Fantasi Indosiar (AFI) dan peserta Idonesia Idol.

Mungkin, lantaran sangat berpengalaman menggiring Yuke AFI hingga sampai final, Lampung Post pun menjadi sangat akrab dengan pola peliputan berita yang disajikan saat mendukung peserta AFI asal Lampung. Pola itulah yang muncul saat Lampung Post menyajikan serial berita Pemilihan Rektor Unila, dimana setiap calon rektor disajikan sosok pribadinya, keluarganya, kebiasaannya, dan kehidpan keluarganya.

Salah seorang calon rektor, misalnya, dibeberkan berapa gajinya, berapa orang anaknya, dan siapa suaminya. Ada calo rektor yang disorot dari hal ihwal yang tak ada kaitannya dengan kualifikasi seorang rektor. Sangat khas liputan yang disajikan dalam semangat mendukung peserta AFI, bukan khas liputan untuk mendukung terpilihnya rektor yang mumpuni.

Mestinya, Lampung Post menyoroti perihal kualifikasi keilmuwan setiap calon dan bagaimana kaitannya dengan cara calon tersebut memajukan Unila nantinya. Dengan membeberkan hal itu, ribuwan mahasiswa pasti akan paham Rektor seperti apa yang akan mereka miliki nantinya. Akan tetapi tidak demikian. Sekarang, hanya mahasiswa di FMIPA yang paham rektor seperti apa yang mereka miliki, karena rektor terpilih berasal dari FMIPA.

Akhirnya Lampung Post sangat bersemangat membeberkan “kerusuhan” di Unila. Orientasi dan perspektif yang kita pilih sama sekali tak memandang Unila sebagai lembaga pendidikan. Kita memposisikan Unila tidak lebih seperti partai politik, karena unsur politisasi itu yang kita kedepankan. Kerusuhan, itu yang membuat kita hidup sebagai media publik.

Sudah berulang kali disinggung, tajuk adalah sikap institusi pers, bukan sikap penulisnya. Oleh karena itu, terhadap tajuk berjudul “Belajar dari Sudjarwo”, perlu dipertanyakan “sikap siapa yang diusung penulisnya” Kalau sikap Lampung Post, sangat aneh apabila Lampung Post setuju terhadap konsep BHPT (badan hukum perguruan tinggi) yang diprotes di seluruh Nusantara dan dikaji lagi oleh para ahli pendidikan.

BHPT dinilai melakukan komersialisasi pendidikan, membuat kampus tidak berbeda dengan institusi bisnis, lebih berorientasi profit ketimbang mencerdaskan bangsa. Mahasiswa yang tak mampu bayar tidak akan pernah bisa kuliah di perguruan tinggi negeri.

Lantas, apa pijakan logika yang dimiliki penulis tajuk saat menyimpulkan BHPT dapat membuat pemilihan Rektor tidak lagi ribut-ribut. Sangat mungkin malah sebaliknya, kampus akan menjadi arena pertempuran dimana kepentingan pebisnis, institusi pendidikan, pemerintah daerah, kepentingan mahasiswa, kepentingan masyarakat akan bermain sehingga terjadi bentrok yang krusial.

Mungkin benar, pada tataran ini, Lampung Post tidak lagi menjadi “bacaan masyarakat terdidik”.

Evaluasi atas serial berita Pemilihan Rektor perlu dilakukan. Evaluasi akan membuat Lampung Post tumbuh lebih positif. Kita belajar dari kelemahan dan kekurangan. Ke depan, kita akan menjadi lebih matang dan dewasa.

Daripada berita insiden KNPI Metro, bukankah akan lebih banyak peminatnya bila berita “Nilai Tukar Petani Turun” kita letakkan di depan. Penempatan berita ini lebih menunjukkan bahwa Lampung Post berpihak kepada kepentingan petani, pekerjaan sebagian besar penduduk Lampung. Setidaknya jutaan petani pasti baca, karena Lampung Post punya program “Koran Masuk Desa” seperti di Tulangbawang, Lamsel, dan Tanggamus.

KNPI itu hanya punya beberapa pengurus, itulah yang baca Lampung Post, dan tak aneh kalau KNPI rusuh.

Ini lebih pada pilihan perspektif dan semangat menjaga Lampung Post sebagai media masyarakat terdidik.


Soal Perspektif

PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA) meminta PT Central Proteinaprima (CP Prima) yang tergabung dalam Konsorsium Neptune segera berdialok dengan petambak plasma Dipasena membicaraka pencairan modal kerja Rp800 miliar. Dana tersebut sudah tersedia dan siap disalurkan.

Ini lead berita berjudul “Kredit Petambak Dipasena, Dana Rp880 M Siap Disalurkan”. Dari judul itu, jelas sekali berita ditujukan kepada petani petani plasma tambak eks-DCD. Dengan bayangan, ribuan petambak akan membaca berita tersebut.

Akan tetapi lead tidak mendukung judul. Dalam lead lebih ditekankan agar CP Prima (Konsorsium Neptune) segera berdialok dengan petambak karena dana sudah tersedia.

Kalau lead pilihan lead demikian, judul mestinya “PPA Minta Konsorsium Cairkan Dana Petambak”, “Konsorsium Diminta Cairkan Dana Petambak”, dan variais judul lainnya.

Akan lebih bagus bila berita ini ditujukan kepada petambak. Maa, lead mestinya bicara tentang kepentingan petambak.

Petambak Dipasena Dapat Dana Rp125 Juta

Sebanyak 11 ribu petambak bakal mendapat kucuran kredit masing-masing Rp125 juta dalam rangka revitalisasi PT Dipasena Citra Darmaja (DCD).

“Dana itu sudah ada sebesar Rp880 miliar, siap dicairkan. PT Central Proteinaprima (CP Prima) yang tergabung dalam Konsorsium Neptune harus membicarakan soal ini leih dahulu dengan petambak,” kata Sekretaris PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA) Renny O. Rororng di Bandar Lampung, Kamis (7-6).

Menulis dan menurunkan berita sangat penting dilatarbelakngi oleh pengetahuan tentang segmentasi pembaca. Pembaca seperti apa yang akan membaca berita tersebut, mestinya sudah ada dalam asumsi saat menulis dan menurunkan berita.

Berita ekonomi pasti dibaca pelaku ekonomi. Pelaku ekonomi, pasti akan melihat halaman Ekonomi dan Bisnis di Lampung Post hanya untuk melunasi kehausannya akan informasi ekonomi.

Oleh karena itu, ketika berita ekonomi seperti “Dinas Perindag Buka Klinik Bisnis” muncul di halaman Kota, besar kemungkinan kalangan pelaku ekonomi kurang membacanya.

Pembagian rubrik di Lampung Post dilakukan dengan kesadaran atas ragam segmen pembaca. Setiap segmen perlu diakomodasi kepentingannya dalam rubrik-rublik (halaman) khusus, sehingga tidak menyulitkan mereka. Itu sebabnya, sekalipun Lampung Post telah membagi halaman dengan nama Ruwa Jurai, masih juga dibuat sub berdasarkan kabupaten/kota—istilah kita zoning. Gunanya, membimbing dan memenuhi keinginan pembaca.

Ini terkait dengan konsep berita yang mesti memenuhi syarat proximitas (kedekatan). Kedekatan dengan pembaca termasuk di dalamnya kedekatan kepentingan, wilayah, status, profesi, politik, ekonomi, sosial, kultural, dan sebagainya.

Di dalam dunia tulis menulis, setiap penulis harus punya asumsi tentang siapa yang akan membaca tulisannya. Mustahil seorang penulis besar dapat menghasilkan tulisan yang dibaca oleh semua golongan pembaca. Charles Dicken saja gagal menulis novel Oliver Twist yang dipersiapkan untuk semua golongan pembaca, karena pemerintah Ingris tidak menyukai novel tentang dunia anak jalanan dan yatim piatu itu. Sama persis seperti Pramudya Ananta Toer gagal menjadikan novelnya sebagai bacaan semua golongan masyarakat, karena pemerintah tak menyukainya.

Namun demikian, setiap penulis tetap perlu mengenali pembaca tulisannya, pembaca beritanya. Sebagai awak Lampung Post, tentu semua orang sudah tahu bahwa pembaca kita adalah masyarakat terdidik. Dalam masyarakat terdidik, ada kemampuan menganalisis terhadap isi media cetak.

Akhirul kalam, kita belum sampai pada kualifikasi yang kita tetapkan sendiri. Semoga ke depan semuanya berubah lebi baik.

bersambung

1 / 2

No comments

Terima kasih atas pesan Anda