Seandainya Maut

by - November 15, 2012

Seandainya maut yang datang itu cantik 
dengan rambut bergelombang hitam
akan aku ajak ia jalan-jalan di taman kota
menikmati sinar bulan sambil kupuja rambutnya
kupungut senyuman di bibirnya 
yang seolah kebun tebu membentang di sana
lalu kupeluk ia begitu mesra
tertawa riang sambil menghitung bintang
selepas itu aku membujuknya 
menyusuri lorong-lorong kota yang gelap
melewati para gelandangan yang tertidur 
di trotoar. menggoda para pelacur yang berdiri 
di bawah tiang-tiang papan reklame
memplesetkan jargon politik pada baliho-baliho 
sambil mengejek presiden yang berjiwa penakut
lalu singgah pada sebuah kafe 
dan memesan dua gelas shivas. maut dan aku
akan mabuk semalaman. membuat ia lupa rencananya
datang kepadaku. di bangsal rumah sakit ini 
aku dan maut yang menyaru menjadi suster
ia selalu senyum mengincar urat usiaku
yang memanjang dari botol infus.

Jakarta, x-2011

You May Also Like

0 #type=(blogger)

Terima kasih atas pesan Anda