Klaim
Penegakan hukum di negeri ini tak saja buruk, tapi juga sibuk oleh hal-hal yang tak ada kaitannya dengan hukum. Itu sebabnya, mereka--yang terkait dengan tegaknya hukum--lebih gemar mengklaim sudah berhasil menegakkan hukum.
Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum, lembaga yang diisi oleh para public figur dan karenanya selalu ingin menjadi sumber informasi, juga mengkalim banyak kemajuan dalam penanganan kasus Gayus HP Tambunan. Entah kemajuan apa. Sementara public melihat secara terbuka bahwa kasus itu telah menjelma menjadi telenovela. Tak pernah tamat, tergantung pada sutradara.
Gayus sebagai tokoh utama dengan para tersangka lainnya sebagai pemeran pembantu. Sedangkan penegak hukum, termasuk Satuan Tugas Pemberantas Mafia Hukum, sudah seperti sutradara sekaligus produser. Mereka yang menentukan, apakah lakon Gayus Tambunan akan tamat atau tidak.
Kita tahu, lakon itu tak tamat hingga kini. Tahun telah berganti,
mengklaim adanya kemajuan pesat dalam penanganan kasus mantan pegawai pajak Gayus HP Tambunan sejak Instruksi Presiden No 1 Tahun 2011 tentang Percepatan Penyelesaian Kasus Mafia Pajak dan Hukum ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Kemajuan tersebut diantaranya penanganan perkara kasus Gayus oleh Kepolisian Negara RI, Kejaksaan Agung, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Keuangan dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), tindakan disiplin dan administratif kepada aparat yang terlibat kasus tersebut serta pembenahan sistem kerja dan aturan yang memungkinkan mencegah celah praktik mafia hukum.
Hal itu ditegaskan Ketua Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum, Kuntoro Mangkusubroto dalam keterangan pers bersama Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Abdul Haris Semendawai di Kantor Satgas di Jakarta, Rabu (16/2/2011). Dalam keterangan itu hanya hadir anggota Satgas Mas Ahmad Santosa dan Herman Effendi.
"Tidak benar jika disebutkan tidak ada kemajuan. Justru dibandingkan sebelum adanya Inpres No.1 Tahun 2011 itu, setidaknya 10 hari yang lalu, kemajuan pesat itu justru belum ada seperti sekarang ini. Coba lihat data-data yang dibuka oleh Menteri Keuangan terhadap mereka yang terlibat dan juga data-data perusahaan pajak," tandas Kuntoro.
Kuntoro kemudian menyebutkan penelusuran dana dan aset milik Gayus oleh PPATK di mitra kerja PPATK di luar negeri. "Jumlahnya saya kira jauh lebih besar dari yang diperkirakan," tandas Kuntoro saat pers menyebutkan angka Rp 74 miliar.
Dalam Inpres No. 1 Tahun 2011, Kuntoro mendapat tugas Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membantu Wakil Presiden Boediono ikut mengkoordinasi dan mengawasi penuntasan kasus Gayus. Laporan pertama hasil koordinasi Wapres Boediono telah disampaikan kepada Presiden Yudhoyono, akhir pekan lalu.
Mas Ahmad Santosa yang disapa Ota menambahkan, salah satu kemajuan adalah dibukanya akses 151 dokumen perusahaan wajib pajak yang pernah ditangani Gayus. "Akses data wajib pajak sudah dibuka oleh Kementerian Keuangan, khususnya Ditjen Pajak dan mereka sedang bekerja ke arah pengungkapan setuntas-tuntasnya mafia pajak dan hukum," tambahnya.
Disebutkan, dari penanganan 151 wajib pajak, Gayus hanya menangani 44 perusahaan wajib pajak yang terdiri dari 138 perkara. "Dari jumlah itu pengadilan pajak menjatuhkan putusan 98 perkara diterima baik sebagian maupun seluruhnya dan 45 perkara ditolak," kata Ota lagi.
0 #type=(blogger)