Jurnalisme Munafik, Jurnalisme Baru dari Lampung

by - February 22, 2008

1

Ketika saya masuk ke ruangan Pemimpin Redaksi Lampung Post, mereka sudah ada di sana: Djadajat Sudrajat, M. Natsir, Iskandar Zulkarnain, dan Sabam Sinaga. Keempat orang inilah yang akan saya ceritakan sebagai penemu aliran baru dalam dunia jurnalistik, “jurnalisme munafik”.

Keempatnya tidak tersenyum, dingin, kaku, dan seolah-olah tak akan terjadi apa pun. Inilah symbol-simbol fisik yang sering ditemukan dalam diri para munafik, orang-orang yang dengan segera mencari alasan-alasan rasional agar dirinya tidak menjadi martir di mata orang lain. Orang-orang yang seperti itu dilukiskan dengan sangat bagus oleh Sutardji Calzoum Bachri dalam puisinya, “Munafik Ismail”.

“Silahkah, Bud?” Djadjat Sudrajat, wartawan yang pernah sangat disanjung konglomerat Surya Paloh, orang yang menyembunyikan sepak-terjangnya di balik kumis tebal dan rambut dipotong blow. Sebuah senyumnya merekah, tetapi begitu hambar.

Hanya ada satu kursi kosong, berada di hadapan mereka. Kursi itu sengaja ditaruh di sana, mirip posisi kursi para terdakwa. Duduki saya, kau akan jadi tersangka, seola begit kursi itu bicara.

Saya teringat salah satu adegan dalam cerpen Budi Darma, “Kritikus Adinan”, meskipun kepala saya tidak langsung menjadi kosong. Menjadi jurnalis di era Orde Baru membuat saya terbiasa dengan stuasi yang tertekan secara psikis, makanya saya cepat melarut di dalamnya. Pengalaman sejak 1994 di dunia jurnalistik mengajarkan, saya tidak boleh hancur oleh “teror” psikis. Ketika saya duduki, kursi stenlis itu dingin.

Saya sudah menduga ada hal besar yang akan terjadi, tetapi saya tidak terlalu merisaukannya. Saya tersenyum sambil menatap wajah mereka satu per satu. Saya hanya ingin menangkap pesan-pesan yang disampaikan mimic mereka. Bagi saya, komunikasi yang terjalin lewat mimic jauh lebih mudah dimengerti ketimbang komunikasi verbal.

Verbalisasi adalah alat para munafik, mimic adalah kemurnian. Saya pun paham, mereka sedang merencanakan sesuatu kepada saya. Karena tidak seorang pun berani menatap mata saya.

Semua menunduk. Menunduk. Hm. Aiiii, mendadak mereka berubah jadi beruk. Saya tertawa dalam hati. Saya berpikir sudah menguasai keadaan. Saya teringat pada seorang perempuan paroh baya yang selalu setia menjadi penasehat saya. “Kalau kau bertemu dengan seseorang yang kira-kira akan mencelakakanmu, jangan pernah mau kalah oleh mata mereka. Kuasai mata itu, kau akan menguasai mereka,” katanya.

Ini pelajaran psikologi yang bisa diterapkan siapa pun dan kepada siapa pun. Bahkan seeor ular dapat ditundukkan apabila matanya dipandangi terus-menerus. Maka pada mata keempat orang itu, segala sesuatu menjadi semakin jelas. “Ada apa ini,” kata saya, “sepertinya ada sesuatu yang sangat penting ingin disampaikan kepada saya? Silahkan!”

Djadjat Sudradjat kembali tersenyum, tetapi begitu hambar. Kemudian ia berkata dengan mimic yang luar biasa kadar teaterikalnya. Maklum, ia orang yang tak asing dengan dunia teater, mengawali karier di jurnalistik sebagai penulis sajak (bukan penyair). Beberapa tahun lalu ketika masih menjabat sebagai Deputi Pemberitaan Media Indonesia, ia bermain ketoprak bersama sejumlah pejabat. Baik dirinya, maupun para pejabat itu, terlihat begitu piawai bermain. Mungkin, karena mereka sudah terbiasa dengan acting, terutama saat memainkan peran sebagai pejabat negara.

Kali ini ia memainkan acting yang baru. “Kami mau dengar langsung dari kau soal opini yang kau kirim ke Lampung Post.” Ia menunjuk setumpuk kertas berisi opini saya berjudul “Pers Lampung Anti-Masyarakat”, sebuah penelitian atas realitas pers di Lampung yang menjadikan Lampung Post da Radar Lampung sebagai sample. Opini yang saya tulis dalam kapasitas sebagai peneliti di Media Sadar Masyakarat (Mesra) itu, mengupas ihwal kelemahan-kelemahan content Lampung Post selama bertahun-tahun, yan membuat koran tertua di Lampung itu tamak begitu tua dan kelelahan.

Saya masukkan dalam blog ini tulisan yang menjadi alasan mengadili saya dengan judul “Pers Kami di Lampung”.

Sebetulnya tulisan itu tidak hebat betul. Semua isinya kompilasi dari hasil analisis isi (content analysis) dalam kapasitas saya sebagai Kepala Penelitian dan Pengembangan Lampung Post. Ketika jabatan itu diberikan kepada saya pada April 2007---saat itu Ade Alawi merupakan Pemimpin Redaksi Lampung Post---dengan bijakasana Ade Alawi bilang: “Kami membutuhkan analisis atas terbitan Lampung Post, makanya kau kami tempatkan di sana.”

Ternyata, setelah tiga bulan analisis saya yang saya beri nama Salam Kreatif berjalan, justru membuat jajaran redaksi Lampung Post gerah dan merah padam. Saya disebut terlalu kasar dan keras. Ade Alawi sendiri sempat mengingatkan saya: “Kalau semua analisismu menyebut Lampung Post tidak bagus, itu berarti kau menilai kinerja saya tidak bagus.”

Saya bilang, kalau memang tidak setuju, debat saja analisis saya. Cuma, jangan subjektif. AdaAda dialog, ada perdebatan, dan semua bermuara pada peningkatan kualitas terbitan Lampung Post. data dan metodeloginya jelas, sehingga akan lebih kreatif lagi.

Ade Alawi tak menanggapi. Ia bilang: “Yang kalem saja Mas Budi.” Saya pun menjadi paham, taka menanggapi itu ternyata berarti “anjing menggonggong kafilah berlalu”. Saya terus diminta menganalisis, tetapi tidak diamanfaatkan untuk mengubah produk. Lampung tetap saja hadir dengan sekian banyak salah cetak, salah kutif, berita ganda, salah huruf, salah disain, salah perspektif, salah melulu.

Itulah yang diamksud dengan kalem. Tentu, sulit bagi saya yang terbiasa blak-blakan untuk menjadi kalem. Karena, bagi saya tak perlu seseorang bersikap kompromi (kalem) untuk sebuah produk bisnis yang rusak parah secara jurnalistik. Itu hanya berarti kompromi pada keburukan.

Bagaimana kondisi rusak parah itu, di sini salah satu edisi dari Salam Kreatif yang saya buat.

SALAM KREATIF.

Media Internal ramah Pembaca

Edisi Nomor: 33/28 Januari 2008

PENGANTARA. Salam Kreatif yang diterbitkan Penelitian dan Pengembangan ini akan hadir kembali sebagai media sharing pengetahuan dan informasi tertakit dinamika dunia jurnalistik demi menghasilkan produk yang "ramah" pembaca. Sebagaimana biasanya Salam Kreatif berisi analisis isi kualitastif atas berita-berita yang terbit di Lampung Post. Dalam kajian komunikasi, analisis isi kualitatif melakukan pendekatan atas objek dan mengekplorasi secara strukturalis dan karenanya terjadi pengabaian atas pemikiran positivistik. Karena itu, Salam Kreatif bukan narasi yang enak dibaca. Meskipun begitu, isi Salam Kreatif dapat diprotes, dibantah, demi dan akan dipandang sebagai upaya positif untuk menciptakan produk jurnalistik yang andal.

DISFUNGSI RAPAT BUJET

SAMPAI edisi 28 Januari 2008, tiga hari sebelum bulan Januari usai, dinamika Lampung Post masih belum dinamik. Kalau dibuat simpul bahwa “kita tidak serius mengelola koran milik public ini”, maka hal itu bisa dibuktikan.

Pertama, proses bujet belum berjalan sebagaimana mestinya. Bujet mengalami disfungsi, dimana orang yang datan bukan untuk memperkaya kualitas pemberitaan Lampung Post. Penyebabnya, setiap orang yang datang dalam bujet tidak punya bahan untuk mempertimbangkan, memperkaya, dan memberi perspektif berbeda atas berita-berita tersebut. Tahu-tahu Lampung Post sudah terbit besok harinya dengan jumlah berita berkisar 100-120 berita per hari (termasuk foto berita).

Dalam catatan Litbang, sejak 2005 sampai 2007, 90% dari 100-120 berita yang terbit di Lampung Post setiap hari, tidak diketahui peserta bujet. Malah, sisipan Xin Wen itu tidak pernah dibujetkan, mungkin, bukan produk Lampung Post.

Akibatnya, berita diprotes nara sumber seperti terlihat dalam surat pembaca edisi 28 Januari 2008. Akibat lain, wartawan maupun redaktur membantah berita Lampung Post saat membuat follow up seperti berita pencemaran di halaman 3 dengan judul “Perusak Lingkungan Ditindak Tegas”. (Korektor sudah memperbaiki, tapi lihat berita asli kiriman redaktur).

Di dalam head line Lampung Post edisi 23 Januari 2008 “Way Seputih Tercemar” disebutkan, bahwa pencemaran Way Seputih terjadi Senin (21-1) malam. (baca: Salam Kreatif Edisi Nomor: 32/23 Januari 2008) dengan kalimat: “Selain mematikan ikan di perairan umum, limbah juga mematikan ikan-ikan petani karamba di sepanjang sungai, termasuk karamba apung milik petani binaan PT Centralpertiwi Bahari (CP Bahari). Ikan di karamba petani itu mati secara massal pada Senin (21-1) malam”.

Sekarang bandingkan berita Lampung Post dengan pernyataan Bapedalda yang ditulis huruf tebal dalam berita di bawah ini, dimana wartawan membantah berita sendiri dengan mengatakan pencemaran terjadi pada Kamis (10 Januari 2008):

Berita 3, halaman 3

LINGKUNGAN HIDUP---NAVI'

Perusak Lingkungan Ditindak Tegas

BANDAR LAMPUNG (Lampost): Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) Lampung akan menindak tegas perusak lingkungan, karena kondisinya lingkungan saat ini sangat memprihatinkan.

Kepala Bapedalda Provinsi Lampung, Syaefullah Sesunan, mengatakan di Bandar Lampung, Minggu (27-1), sikap tegas itu bukan berarti menghambat investasi yang akan masuk ke Lampung.


"Persoalan lingkungan ini sudah harus menjadi perhatian, sehingga perlu tindakan tegas bagi perusak lingkungan," kata Syaefullah.

Mengenai pencemaran yang terjadi di Sungai Way Seputih dan Way Terusan akibat limbah tapioka PT Teguh Wibawa Bhakti Persada, ia mengatakan penyelesaiannya sesuai dengan UU No.23 Tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup.

"Hal ini dilakukan, karena pihak owner perusahaan, setelah terjadi pencemaran Jumat (10-1) lalu, pada Seninnya (13-1) langsung mendatangi Bapedalda Provinsi untuk melaporkan pencemaran akibat rubuhnya tanggul bak penampung. Dia menyatakan kesiapannya menanggung seluruh kerugian yang disebabkan karena pencemaran itu," ujarnya.

Ketika dilakukan pengecekan lapangan, pihak perusahaan sudah menyiapkan 32 bak penampungan limbah sebelum dibuang ke sungai. Namun, karena hujan sangat deras, tanggul yang berisi limbah di bak ke-13 rumbuh. Limbah menuju bak selanjutnya dan meluncur ke sungai. Padahal, belum waktunya limbah tersebut dibuang ke sungai.

Perusahaan sudah berupaya mematuhi aturan yang ada serta adanya keinginan bertanggung jawab mengatasi persoalan ini. Oleh kerena itu, Syaefullah mengharapkan masyarakat yang menjadi korban bisa mendaftarkan kerugian yang dideritanya ke aparat yang berwenang di tingkat kampung.

Setelah itu diajukan ke kecamatan dan dilanjutkan ke Bapedalda Kabupaten untuk kemudian ke Bapedalda Provinsi. Tentunya ini akan diverifikasi lagi oleh perusahaan, sehingga kalau dinilai tidak realistis, akan dipertanyakan.

Syaefullah mengemukakan, bila persoalan tersebut tidak juga selesai selama tiga bulan, Bapedalda akan memprosesnya. "Ya kami mengupayakan terlebih dahulu dengan jalan damai, namun bila tenggat waktu yang ditentukan tidak dipenuhi, kami lanjutkan ke jalur pidana."

Dirinya tegas terhadap persoalan lingkungan. Contohnya, Direktur PT Sinar Bambu Kencana (SBK) Ruslan Darmali alias Alan, yang telah ditangkap polisi, Kamis (17-1) lalu, di kediamannya di Jalan Ikan Paus, Telukbetung Selatan. Syaefullah mengatakan, Bapedalda sudah berkali-kali menegur PT SBK, bahkan Gubernur pun sudah memberikan surat teguran, tapi tidak diindahkan. n TYO/K-1

Selain akibat tidak ada pembicaraan dalam bujet (bujet disfungsi), wartawan dan pengelola halaman terjebak rutinitas kewajiban menerbitkan koran. Kerja profesional jurnalistik itu tidak lebih hebat dari kerja PNS honorer yang setiap Subuh bangun lalu menyapu jalan raya, hanya rutinitas.

Akibat lain bila bujet disfungsi, Lampung Post tidak menjadi milik semua orang. Ketika ada protes atas pemberitaan Lampung Post di halaman pendidikan, misalnya, awak Lampung Post yang bukan pengelola halaman pendidikan tidak akan tahu berita itu. Jadi, tidak merasa perlu untuk menerima orang yang protes tersebut saat bertamu ke Lampung Post.

Nasionalisme kita di Lampung Post, meminjam orang cerdas, hanya imajinasi. Ibarat Negara dalam otonomi, Lampung Post penuh raja kecil. Secara antropologi, struktur sosial masyarakat di Pulau Sumatra disunsun atas raja-raja kecil, di Lampung terbukti dengan “semua orang penyuimbang”. Karena semua orang raja, jadi tak ada anak buah, tak ada pula orang yang mau pekerjaannya dicampuri orang lain. Anehnya, setiap orang merasa telah bekerja sangat keras, sedangkan orang lain tidak.

Hari ini, Senin, 28 Januari 2008, rapat bujet harus sudah berfungsi. Berfungsi bila: 1. Setiap orang tahu content halaman masing-masing. 2. setiap orang paham ke arah mana issu yang akan diangkat. 3. setiap orang hadir bukan untuk melaporkan, tetapi untuk meningkatkan kualitas Lampung Post.

Semoga. Ehem… Kalau dihitung, setiap hari kita berdoa semoga, tetapi tetap berubah.

Melawan Televisi

Philip Meyer dalam buku Vanishing Newspaper, memperkirakan tahun 2043 koran cetak bakal mati di AS. Padahal, Amerika dianggap sebagai bangsa yang sangat haus akan bacaan. Prediksi itu dilakukan Meyer setelah melihat perkembangan dunia internet (cybermedia) yang begitu hiruk-pikuk.

Di Lampung, yang budaya baca masyarakatnya mediocrec dan budaya internet masih paah, mungkin umur koran tak akan sampai 2043. Karena pesaing terbesar koran hanya televisi. Lihatlah berita koran dengan tema “Suharto”. Semuanya kalah dengan televisi.

Televisi sudah kupas tuntas semua ihwal tentang Suharto. Isinya sudah ada di televisi, dan ternyata tidak lebih bagus dari yang muncul di televisi. Mestinya Lampung Post menyajikan content daerah soal Suharto, tetapi itu tidak ada. Padahal, ada banyak orang yang hidupnya sempat bermasalah saat berhubungan dengan rezin Suharto, seperti Andi Arief dan lain-lain.

Tapi ya, Lampung Post tidak punya konsep jelas. Pemberitaan terkesan tanpa strategi, hanya memindahkan apa yang ditampilkan wire service. Penyebabnya, tidak jelas siapa yang digerakkan dan menggerakkan untuk mendapatkan content khas Lampung. Getting kita belum maksimal. Atau, mungkin yang bertanggung jawab getting terlalu berduka atas kematian Suharto, sehingga terpaku dan banyak nonton televisi.

Ada memang yang menarik. Dari liputan soal Suharto, ternyata tak satu berita pun yang penulisnya “DARI BERBAGAI SUMBER” seperti sering kita jumpai di halaman Lampung Post edisi hari Minggu (baca: Lampung Post edisi 27 Januari 2008 atau baca Xin Wen). Padahal, semua bahan untuk berita Suharto didapat dari berbagai sumber, wire service..

Mestinya memang seperti itulah. Tidak perlu ada penulis berita berkode dari berbagai sumber. Kenapa? Metodeloginya jelas. Itu yang disebut riset pustaka dalam dunia metodelogi. Dalam jurnalistik, riset pustaka disebutkan dalam tubuh berita, karena berita tidak punya daftar pustaka layaknya karya ilmiah. Kalau bisa, mulai hari ini, jangan ada lagi kode penulis dari berbagai sumber, selain tidak etis juga tidak ilmiah.

Hal mengecewakan lainnya dalam edisi Suharto Mangkat ini, makin jelas bahwa kita “tidak mempertimbangkan kepentingan pembaca”. Jatah berita pembaca yang setiap hari biasa 100—120 berita, hari ini tidak sampai 100 berita. Kita banyak iklan (mantaplah itu), sehingga jatah public pembaca kita kurangi. Malangnya, berita yang kita suguhkan (dua halaman berisi Suharto), semuanya basi dengan pengandaian aktualitas berita hanya hitungan menit jika dibandingkan dengan televisi.

Soal iklan, kita tampak kontradiktif. Content iklan kita, ada soal kematian Suharto, ada soal Selamat Ulang Tahun. Anehnya, dimuat dalam halaman yang sama. Kontradikstif sekali. Bukankah lebih bagus kalau yang satu nafas (DUKA CITA) dijadikan satu halaman dengan DUKA CITA, begitu juga sebaliknya.

Sebetulnya tidak terlalu bermasalah. Cuma, supaya jelas bahwa system kerja kita di Lampung Post terorganisir dengan baik, maka soal control atas pemuatan juga terorganisir.

Menarik lagi, ada iklan diri sendiri. Cukup satu Untuk Lampung, padahal berita untuk public pembaca dikurangi. Buat apa iklan itu kalau jatah pembaca kita kurangi. Kentara sekali tidak ada system yang jelas soal penempatan iklan, pembagian halaman, dan sebagainya.

Sangat mungkin karena tidak ada tim.

Tak konfirmasi

Berita di halaman 3, “Aniaya Istri, Oknum PNS Dilaporkan ke Poltabes” asal-asalan. Terkesan ketimbang tak ada berita. Soalnya, berita yang merusak kridibilitas dan nama baik seorang PNSAda tulisan seperti ini: “Saat dikonfirmasikan di kediamannya, HA sedang tidak di tempat.” itu, tidak dikonfirmasikan.

Pertanyaan muncul, cuma sebatas itukah kemampuan wartawan, mudah menyerah dalam mendapatkan konfirmasi. Hanya seorang HA tidak bisa ditemui, konon lagi menemui nara sumber lain.

Mestinya, berita tanpa konfirmasi jangan dimuat. Lampung Post bukan koran fitnah, bukan koran gossip.

Satu hal lagi, wartawan kita tidak pernah berbicara dengan Zai, si korban. Wartawan kita hanya mencatat laporan setelah menanyakan kepada polisi. Nah, kenapa berita seolah-olah wartawan ngobrol dengan si korban.

Hampir semua berita criminal seolah-olah wartawan terlibat, bahkan bisa menulis secara detail deskripsi kejadian.

Tolong soal begitu lebih serius, jangan sampai karena tindakan kita orang lain merasa dirugikan. Jangan sampai kesalahan kecil kita membuat rang lain berduka.

Berita “Papernas Gelar Konferdalub” membuthkan kerja serius untuk jadi berita. Dari redaktur, bentuknya memprihatinkan, karena dari wartawan bentuknya “tidak memenuhi syarat sebagai berita”. Lihat hasil kiriman redaktur ke korektor—pekerjaan Litbang juga membawahkan Bagian Korektor-- dan bandingkan dengan yang dicetak. Kentara sekali betapa kerja mengedit adalah kerja alakadarnya.

Berita halaman 3 bagian 2

ORGANISASI----navi

Papernas

Gelar

Konferdalub

BANDAR LAMPUNG (Lampost): Hari ini, Senin (28-1), DPD Partai Persatuan Pembebasan Nasional (Papernas) Lampung menggelar konferensi daerah luar biasa (Konferdalub).

Tiga pasangan bakal bersaing dalam Konferdalub di Rumah Makan Begadang II Bandar Lampung. Selain itu, juga membahas sikap partai dan perkembangan politik menjelang pemilihan umum legislatif dan presiden.

Para calon yang akan maju dalam Konferdalub tersebut, pasangan Rachmat Hussein DC dan Dona Sorenty Moza, A Muslimin - M Jauhari dan M Badri - Eko Susanto. Konferdalub dihadiri Ketua Umum DPP Papernas Agus Jabo Priyanto dan Majelis Pertimbangan Partai (MPP) PApernas DIta Indah Sari.

Ketua pelaksana Konferdalub DPDP Papernas Lampung M Badri mengatakan dasar koferdalub tersebut adalah Surat Keputusan (SK) DPP Papernas No. 067/DPP-PAPERNAS/A/XII/2007 tentang pelaksanaan koferdalub. Dalam surat itu dibuat kondsideran salah satunya tentang penyelesaian money politic di Lampung terkait konferda sebelumnya. "Dalam pelaksaannya, panitia terus berkoordinasi dengan Jakfar di DPP Papernas Jakarta agar seluruh agenda berjalan lancar," katanya.

Dalam forum tersbeut juga akan dibahas konsolidasi partai mencari solusi untuk memenuhi salah satu persyaratan verifikasi. Selain itu, penentuan daerah pemilihan serta pelaksanaan vergadering atau rapat akbar di seluruh kabupaten/kota se Lampung. Untuk itu perlu ada verifikasi internal terutama dalam bentuk struktur.

Badri menambahkan, Papernas juga akan memperkuat seluruh elemennya mengibarkan Tripanji Persatuan NAsional. Yakni hapus utang luar negeri, nasionalisasi industri pertambangan, bangun industri (pabrik) nasional. Ke depan Papaernas akan mengajak masyarakat Indonesia menuju kemakmuran dengan menjadi bangsa mandiri. "Cukup sudah jadi bangsa kuli," katanya. n AAN/K-1

Yang di atas ini berita dikirim redaktur ke korektor. Oleh korektor berita diubah sedemikian rupa hingga terbit hari ini. Bandingkan kelayakan sebuah berita mengenai (5W + 1 H). Berita di atas tidak jelas kapan dan siapa nara sumbernya (lihat alinea dua dan tiga). Lihat juga pada kesalahan ejaan dan logika berbahasa yang tidak terkontrol secara SPOK, serta kelewahan kata—banyak kata mubajir.

van/susi. 19.57.

hut.siip

-3-2-28

ORGANISASI----navi

Papernas

Gelar

Konferdalub

BANDAR LAMPUNG (Lampost): Hari ini (28-1), DPD Partai Persatuan Pembebasan Nasional (Papernas) Lampung menggelar konferensi daerah luar biasa (konferdalub).

"Tiga pasangan bakal bersaing dalam konferdalub yang akan digelar di Rumah Makan Begadang II Bandar Lampung. Selain itu, akan dibahas juga sikap partai dan perkembangan politik menjelang pemilihan umum legislatif dan presiden," kata Ketua Pelaksana Konferdalub DPD Papernas Lampung, M. Badri, di Bandar Lampung, Minggu (27-1).

Para calon yang akan maju dalam konferdalub, yaitu pasangan Rachmat Hussein D.C.-Dona Sorenty Moza, A. Muslimin-M. Jauhari, dan M. Badri-Eko Susanto. Konferdalub dihadiri Ketua Umum DPP Papernas, Agus Jabo Priyanto dan Majelis Pertimbangan Partai (MPP) Papernas, Dita Indah Sari.

Menurut dia, dasar konferdalub adalah Surat Keputusan (SK) DPP Papernas 067/DPP-PAPERNAS/A/XII/2007 tentang Pelaksanaan Konferdalub. Dalam surat itu dibuat konsideran salah satunya tentang penyelesaian money politics di Lampung terkait konferda sebelumnya.

"Dalam pelaksanaannya, panitia terus berkoordinasi dengan Jakfar di DPP Papernas Jakarta agar seluruh agenda berjalan lancar," katanya.

Dalam forum tersebut akan dibahas juga konsolidasi partai mencari solusi untuk memenuhi salah satu persyaratan verifikasi. Selain itu, penentuan daerah pemilihan serta pelaksanaan rapat akbar di seluruh kabupaten/kota se-Lampung. Untuk itu perlu ada verifikasi internal terutama dalam bentuk struktur.

Badri menambahkan Papernas akan memperkuat seluruh elemennya mengibarkan Tripanji Persatuan Nasional: Hapus utang luar negeri, nasionalisasi industri pertambangan, dan bangun industri (pabrik) nasional. "Ke depan Papernas akan mengajak masyarakat Indonesia menuju kemakmuran dengan menjadi bangsa mandiri. Cukup sudah jadi bangsa kuli," katanya. n AAN/K-1

Berita yang dikirim redaktur ke korektor di bawah ini menunjukkan banyak hal (lihat kata yang dipertebal):

-3-5-28

Buku Pengelolaan Bencana

BANDAR LAMPUNG--Buku "Bersahabat dengan Ancaman" (untuk judul buku dan sebagainya mestinya italic) yang dibuat oleh Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) akan (kata akan berarti bakal terjadi, bandingkan dengan kata pekan lalu dalan akhir alinea ini, yang berarti sudah terjadi) dibedah dalam sebuah diskusi dengan menghadirkan seniman-budayawan (seniman dan budayawan dua hal berbeda, tidak perlu tanda des yang menunjukkan kata ulang), akademisi, dan Eksekutif Nasional WALHI, di Bandar Lampung, pekan lalu.

Menurut direktur Eksekutif WALHI Lampung, Mukri Friatna, buku bacaan tentang pendidikan pengelolaan bencana untuk anak usia sekolah dasar itu juga dilengkapi dengan buku modul pengajaran untuk guru dan buku bantu pendidikan untuk siswa (tiga buku terpadu). Buku tersebut merupakan refleksi yang telah disarikan dari pengalaman WALHI dalam pengelolaan bencana di beberapa daerah. (Kalimat ini terlalu panjang padahal yang ingi disampaikan: Buku refleksi pengalaman Walhi mengelola bencana di beberapa daerah itu dilengkapai modul pengajaran untk anak sekolah dasar)

"Kami berharap, kehadiran buku itu akan bermanfaat bagi masyarakat, khususnya untuk mempersiapkan anak-anak agar siaga menghadapi ancaman bencana yang setiap saat mengintai kita," kata dia. (Kepanjangan, mestinya: Kami berharap buku ini bermanfaat agar anak-anak siaga menghadapi bencana).

Mukri mengingatkan, saat ini ancaman bencana alam, kecelakaan maupun bencana akibat faktor ekologis cenderung terus berlangsung, dengan korban material dan jiwa yang cukup banyak. n ANT/K-1

Berita yang menghilang dari peredaran Lampung Post alias follow up:

  1. Revisi APBD
  2. DBD
  3. Jalan-jalan Gubernur ke Cirebon
  4. Jalan-jalan Gubernur ke Cina
  5. Tersangka Pupuk di Pusri
  6. FU Korupsi Jalan Lintas Souh
  7. FU Investasi Lampung Rendah
  8. FU Harga Pangan Tinggi
  9. FU Polycorpus
  10. FU PEMOTONGAN BUKU GRATIS

Perlu sikap serius: Soal orang berkunjung ke Lampung Post, bila perlu jangan jadi ajang untuk bersikap narsis. Tonjolkanlah para tamu. Selain itu, jangan sampai yang tidak ada kaitannya dengan berita, masuk dalam penulisan berita. Contoh, lihat foto halaman 9. Dalam berita semua orang yang menerima tamu disebutkan, padahal tidak ada kaitannya dengan berita. (Semacam listing pejabat LampungPost). Sangkin memaksakan diri (lihat teks foto. Orangnya tidak ada dalam foto—yang ada juga punggungnya—disebut dalam teks foto. He.he….ingin top toh.

Begini dulu dan edisi panjangnya akan digandakan tiap awal bulan berisi edisi satu bulan. Hal yang paling tidak enak dalam hidup, ketika kita terlalu banyak bicara dan tidak satu hal pun bisa membuat orang lain lebih baik.

Salam kreatif

LITBANG LAMPUNG POST

Budi Hutasuhut

Salam Kreatif tidak pernah bertoleransi atas keburukan, hanya kompromi terhadap kualitas intelektual. Produk jurnalistik adalah roduk intelektual. Salam Kreatif menolak kompromi dengan kelemahan-kelemahan yang mendasar.

Prinsip saya itu, jelas sekali, tidak disukai di Lampung Post. Para pejabat di Lampung Post – Pemimpin Redaksi, Sekretaris Redaksi, Wakil Pemimpin Redaksi, dan dua Redpel—acap membicarakan soal itu. Salam Kreatif membuat hasil pekerjaan mereka selalu terlihat buruk.

Saya berpikir ini bukan kesombongan. Saya punya data, punya fakta, dan ada metodelogi untuk membuat kesimpulan. Saya tidak mudah memuji orang, siapa pun orangnya. Kalau buruk, ya buruk. Sekalipun atasan saya.

Prinsip tidak dibutuhkan di Lampung Post. Setiap jurnalis mesti menjadi penurut atas keinginan pejabat Lampung Post. Maka, dengan segera suasana kerja menjadi gerah, dimana kritik tidak akan ditanggapi. Setiap sebentar keluar peraturan baru yang memojokkan kreativitas. Intelektual dikemas ke dalam semangat jurnalisme baru, yakni kultur kerja dimana setiap orang bekerja berdasarkan rutinitas. Tidak ada evaluasi terhadap setiap kegiatan, karena evaluasi berarti “pembongkaran” kebodohan.

2

Keempat orang itu—minus satu redpel, Iskak Susanto—memanggil saya. Djadjat Sudrajat, yang baru satu bulan menjadi Pemimpin Redaksi Lampung Post meggantikan Ade Alawi, panjang lebar bicara tentang kecintaan terhadap Lampung Post. Dengan acting luar biasa, dia mempertanyakan kecintaan saya terhadap Lampung Post. Kemudian Sabam Sinagabicara hal yang sama, seolah-olah Lampung Post mengalir dalam darahnya. Lalu Iskandar Zulkarnain, menyusul M. Natsir.

Empat orang itu memojokkan saya, meilai saya telah melakukan kesalahan fatal dengan niat merusak nama baik Lampung Post. “Sekarang apa tangapanmu?” kata Djadjat Sudradjat, seolah berharap saya akan mengakui.

Saya mengatur nafas. Giliran saya bicara, saya hanya menatap mata mereka, satu per satu. Tiga orang, Sabam Sinaga, Iskandar Zulkarnain, dan M. Natsir, menunduk dan menolak menentang mata saya. Saya piker tidak ada gunanya bicara banyak. To, mereka sudah punya kesimpulan, dan tingal menunggu saja.

Meski demikian, saya mencoba mengingatkan bahwa segala bentuk pemuatan tulisan di rubric opini tergantung kepada redaktur opini. “Saya tak pernah menyuruhnya memuat tulisan itu di Lampung Post. Itu hak senuhnya redaktur opini,” kata saya.

“Untuk kami menemukannya. Kalau sampai dipublikasikan?” kata Djadjat. “Data-data di tulisan itu pun sumir.”

Saya tersenyum. Sikap subyektif lagi. Kalau sampai dimuat, ternyata tidak dimuat. Bukankah Lampung Pos punya mekanisme pemuatan berita, dimana segala sesuatu mesti dibicarakan dalam rapat bujet?

Bagaimana tulisan yang sudah dibicarakan dalam rapat bujet dapat menimbulkan “kegupekan” seperti itu? Dan lagi, saya dijadikan tersangka yang posisinya sama dengan enemi.

Saya putuskan tak banyak bicara lagi. Karena, percuma bicara panjang lebar dengan keempat orang yang punya frame subyektif tentang saya. “Tidak ada lagi?” Tanya saya. “Kalau tidak ada lagi yang mau bicara, saya keluar.”

Mereka diam. Mereka saling pandang. Saya keluar dan langsung pulang. Tiba di rumah, ada telepon dari Asisten Pemimpin Perusahaan Kholid Lubis yang mengabarkan: “Besok pukul 10 kau ke antor. Jangan tak dating,” katanya.

3

RABU 3 Februari 2008 saya bertemu Khlid Lubis. Dia bicara panjang lebar tentang situasi saya sebagai karyawan suami-istri di Lampung Post. “Bagaimana pun kua harus memilih,” katanya. “Kalau tidak, kau dan istrimu sama-sama keluar dari Lampung Post.”

Saya tak banyak bicara. Saya ingat, soal suami-istri dalam manajemn Lampung Post. Ketika pelarangan itu muncul lewat SK Pemimpin Umum Bambang Eka Wijaya, saya sudah menikah dengan Hesma Eryani, salah seorang redaktur di Lampung Post. Dalam surat keputusan itu disebutkan, isi surat tidak berlaku surut. Yang sudah terlanjur menikah, tetap berada dalam manajemn. Tapi ke depan, apabila terjadi pernikahan sesame karyawan, salah seorang harus keluar.

Namun, soal saya dan istri dalam manajemen selalu dipersoalkan Kholid Lubis selama ini. Ketika Kholid Lubis menjadi bagian dari Lampng Post, entah persoalan apa yang dialaminya, dia mengingatkan bahwa “suatau saat tidak akan adalagi karyawan Lampung Post yang berstatus suami-istri.”

Ternyata ia benar. Lalu ia tawarkan kepada saya. “Kau harus mengundurkan diri, kalau tidak kami pecat.”

“Apa bedanya?”

“Kalau mengundurkan diri, istrimu bisa tetap bekerja di Lampung Post. Kalau dipecat, posisi istrimu tidak akan aman.”

“Saya hanya berharap cepat keluar dari Lampung Post. Saya tak cocok lagi di sini.”

“Oke. Ini surat pengunduran dirimu. Semua sudah saya selesaikan, berikut pesangonmu,” kata Kholid Lubis sambil menyodorkan teks suat pengundran diri. “Pesangonmu sesuai undang-undang.”

Saya tanda tangani semua agar cepat-cepat pergi. Semua sudah disiapkan. Mereka memang menginginkan saya keluar dan melakukan apa saja untuk itu, termasuk menyiapkan pesangon hari itu juga dalam bentuk check.

Luar biasa. Tumben manajemen cepat bekerja. Besoknya, nama saya langsung dibuang dari bok title redaksi, dan Bagian Litbang ditiadakan. Itu berarti, Lampung Post menolak ada bagian yang mengkritisi. Oke. Selamat tinggal. bersambung

You May Also Like

0 #type=(blogger)

Terima kasih atas pesan Anda