Media Asing dan Masyarakat Informasi Kita
The Age buah karya dua saudara asal New Zealand, John Cooke dan Henry Cooke, bukanlah media kacangan. Edisi perdana the Age terbit 17 Oktober 1854 dan kini beroplah 600.000 eksemplar. Sedangkan The Sydney Morning Herald terbit sejak 1831 dengan oplah kini mencapai 750.000 eksemplar.
Masa yang sangat panjang bagi institusi media untuk berkembang hingga hari ini. Rentang waktu yang panjang itu lebih dari cukup untuk berproses bagi sebuah institusi penerbitan media sehingga menjadi media mainstream. Sebab itu, sukar membenarkan sinisme para elite di Indonesia terhadap the Age maupun the Sydney Morning Herald hanya karena berita yang diterbitkan pada 11 Maret 2011 lalu.
Bahwa berita itu mengobok-obok realitas pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia, tidak terbantahkan. Bahwa informasi yang disajikan sumir dan tidak bisa dipertanggungjawabkan, ini masih perlu dianalisis dengan berbagai alasan.
Pertama, penilaian itu sangat tendensius sebagai sebuah penolakan atas realitas informasi tentang kawat-kawat yang disampaikan Duta Besar Amerika Serikat terkait realitas pemerintahan di Indonesia. Jika isi kawat itu bohong dan dusta, sudah saatnya bagi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mempertanyakan pihak yang menghasilkan kawat itu sendiri. Tapi, Presiden SBY beserta para elite pemerintah di sekitarnya justru sibuk mengecilkan makna the Age dan the Sydney Morning Herald sebagai institusi media yang bekerja tanpa kode etik.
Kedua, WikiLeaks selaku lembaga yang membocorkan kawat-kawat milik Duta Besar Amerika Serikat, sejak awal telah mengkalim diri memiliki banyak informasi rahasia terkait kebijakan-kebijakan Kepala Negara yang bisa disebut penyalahgunaan kekuasaan. Lembaga ini mendapatkan kawat-kawat hasil kerja para intelijen itu dengan cara yang tak diketahui, dan membocorkannya kepada public melalui media massa agar public yang menilai kebenarannya.
Saat berpidato di Melbourne’s Federation Square pada 4 Februari 2011, beberapa hari sebelum the Age dan the Sydney Morning Herald, menurunkan berita tentang Presiden SBY yang didapat dari WikiLeaks, Julian Assange mengatakan “"We at WikiLeaks recognise the difference between secrecy and privacy. Individuals, not governments, have the right to privacy”. Ia sendiri merupakan seorang jurnalis, yang tahu persis apa itu etika jurnalistik, dan merupakan anggota dari aliansi media selama bertahun-tahun.
*
FAIRFAX Media, sebuah lembaga riset media di Benua Australia, menyebutkan the Age dan the Sydney Morning Herald merupakan media mainstream di Benua Kanguru. Publik di berbagai pelosok negara bagian memosisikan kedua media ini sebagai bacaan utama. Isu-isu yang diangkatnya selalu terbarukan dan dapat dipercaya.
Sebab itu, satu berita yang disajikannya tentang Presiden SBY bukanlah sesuatu gombal bagi public pembaca kedua media tersebut. Informasi itu sesuatu yang penting bagi public pembaca, terutama mereka yang memiliki kepentingan terhadap dinamika yang terjadi di Indonesia. Apalagi kedua media ini memiliki para jurnalis yang punya andil besar membangun sejarah pers di negara itu. Para intelektual lulusan sekolah-sekolah ternama di berbagai pelosok dunia, yang memilih jurnalisme sebagai profesi dan bukan mata pencaharian seperti di Indonesia.
Dengan latar belakang seperti itu, maka perlu berpikir dua kali untuk mengatakan bahwa berita yang diturunkan the Age maupun the Sydney Morning Herald sebagai berita sampah dan tidak perlu didengarkan seperti diungkapkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan para elite di Republik Indonesia. Bagi mereka, berita yang mengungkap penyalahgunaan kekuasaan oleh Presiden SBY itu, lebih layak ditaruh di tong sampah. Mereka juga mengkritik WikiLeaks, pemasok data kepada the Age dan the Sydney Morning Herald, sebagai lembaga yang tak perlu dipercaya karena merupakan perpanjangan tangan dari keinginan Amerika Serikat menjadi penguasa dunia.
Segala upaya menjatuhkan kridibilitas the Age dan the Sydney Morning Herald sebagai institusi media sekelas “koran kuning” di Indonesia, sudah tentu akan sia-sia. Karena yang disajikan kedua media itu “sampah” yang dikumpulkan WikiLeaks, yang kemudian didaur ulang para jurnalis dunia karena mengandung fakta-fakta autentik terkait penyalahgunaan kekuasaan oleh para penguasa dunia.
“Sampah” itulah yang membuat para elite di sekitar Presiden SBY menjadi lebay. Yang meninggalkan kesan bagi public, bahwa sesungguhnya ada fakta yang coba ditutupi para elite. Setidaknya sebuah fakta yang membenarkan bahwa Presiden SBY memang menyalahgunakan kekuasaannya untuk melindungi orang-orang dekat yang terkait sejumlah kasus pidana korupsi.
Publik bisa mengaitkan berita di the Age dan the Sydney Morning Herald dengan fakta dalam dunia hukum dan peradilan di republik ini. Selama dipegang Presiden SBY, korupsi meraja lela sekalipun berbagai perangkat perundang-undangan sudah diperbanyak. Lembaga-lembaga dibentuk untuk mengatasi masalah korupsi, yang sesungguhnya memiliki kewenangan melebihi kewenangan para penegak hokum yang sudah ada sebelumnya.
Ternyata, lembaga-lembaga itu hanya sibuk mengancam istri tersangka Gayus Tambunan seperti Satgas Anti-Korupsi. Kalau tidak, malah sibuk menegaskan eksistensi diri di hadapan realitas penegak hokum lainnya seperti yang dialami para anggota KPK. Pada tingkat tertentu, KPK masih hibuk berebut wewenang dengan Polri dan Kejaksaan. Sesuatu yang menunjukkan betapa Kepala Negara memang tidak punya cukup kemampuan untuk mengatur jajarannya secara tegas.
*
SEBAB itu, daripada mendeskriditkan the Age dan the Sydney Morning Herald beserta beritanya sebagai gosip murahan, seharusnya Presiden SBY dan para elite pemerintah di lingkungannya mulai memikirkan hal ini sebagai bukti bahwa transparansi merupakan kunci utama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Di era perkembangan teknologi informatika yang sangat pesat, masyarakat tidak lagi mengandalkan media massa yang ada di lingkungannya sebagai sumber informasi. Ragam teknologi telah memudahkan masyarakat untuk mengakses segala jenis informasi, termasuk segala bentuk informasi yang diberi label “Rahasia Negara”.
Perekembangan teknologi telah membuat batas antara rahasia dan tidak rahasia menjadi hilang. Kondisi ini terjadi karena didukung oleh industri media massa, yang menganggap informasi bukan lagi sekedar untuk memenuhi rutinitas kerja sehari-hari, tetapi bagaimana agar sebuah informasi mampu menggairahkan hidup public sehingga mereka tidak lagi merasa hanya dicekoki oleh media massa. Perkembangan industri media massa kini menyajikan informasi yang dapat menghidupkan dinamikan masyarakat, dimana masyarakat bisa mengambil peran dan merasa menjadi bagian dari realitas dalam berita tersebut. Pada tataran ini, segala kerahasian yang ditutup-tutupi oleh negara menjadi pilihan informasi yang paling digemari public, karena hal itu membuat mereka menjadi bagian dari sebuah negara demokrasi yang boleh memberikan sikap atas realitas yang terjadi di lingkungannya.
Berita yang disajikan the Age dan the Sydney Morning Herald telah membuat public di Indonesia menyadari betul bahwa mereka harus melibatkan diri dalam soal-soal pemerintahan, karena di sana menyebar informasi-informasi penting. Sebab itu, akan lebih baik bagi Presiden SBY dan elite-elite di sekitarnya untuk kembali memikirkan bahwa masyarakatnya telah mengalami banyak perubahan pada cara mereka menerima dan mengapresiasikan informasi. Hal ini terjadi karena tingkat kesadaran setiap warga Negara telah berubah, dimana mereka sudah meyakini bahwa individu tidak bisa menjadi cerdas sendiri dan mereka bisa berkembang dengan mengungkap kebenaran setidaknya untuk diri mereka sendiri.
Perkembangan teknologi informasi mengajarkan, bahwa jika dua atau lebih orang tidak yakin tentang pertanyaan, mereka bisa mencapai sesuatu bersama-sama lewat bantuan teknologi. Dengan mempertanyakan dan menyelidik satu sama lain, hati-hati membedah dan menganalisis ide-ide, menemukan inkonsistensi, tidak pernah menyerang atau menghina tapi selalu mencari apa yang bisa diterima di antara mereka, mereka secara bertahap bisa mencapai tingkat yang lebih dalam pemahaman dan wawasan.
Gagasan ini memiliki implikasi yang kuat, terutama untuk wartawan hari ini berjuang untuk membuat berita yang relevan, menarik, dan, akhirnya, berarti bagi orang-orang. ***
0 #type=(blogger)