MAIN QUOTE$quote=Steve Jobs

MAIN QUOTE$quote=Steve Jobs

Breaking News

Netralitas Polri dalam Pilkada Sumut

Oleh : Budi Hatees. 
Terbit di Analisa edisi 4 September 2012


Wajah Kapolda Sumatera Utara Irjen Pol Drs Wisjnu Amat Sastro, S.H. muncul hampir di seluruh daerah di Provinsi Sumatera Utara (Sumut), dari ujung Utara yang berbataskan dengan Nanggroe Aceh Darussalam sampai ujung Selatan yang berbataskan Sumatera Barat. Bentuknya berupa baliho. Disain baliho hanya menampilkan wajah Sang Kapolda berseragam lengkap. Tak ada ikon yang menunjukkan kegiatan polisi dalam memberantas narkoba. Tak ada siluet atau gambar berbagai jenis narkoba maupun dampak yang ditimbulkan narkoba.

Dalam tradisi di lingkungan Mabes Polri, sosialisasi program kerja Polri lewat baliho atau iklan luar ruang tidak menampilkan sosok komandan. Kalau pun ada, baliho dan iklan semacam itu hanya ditemukan di lingkungan internal Polri. Misalnya, di dalam lingkungan markas Polri seperti yang terlihat di Mabes Polri ketika beberapa baliho dan iklan program kerja Polri menampilkan sosok Kapolri Jenderal Pol Timur Pradopo. Atau, seperti yang terlihat di dalam gedung Divisi Profesi dan Pengamanan (Divpropam) Mabes Polri ketika Irjen Pol Budi Gunawan (mantan Kadiv Propam Polri) mengiklankan ragam pelayanan publik yang diberikan Divpropam Polri.

Dari disain baliho Kapolda Sumut Irjen Pol Drs Wisjnu Amat Sastro, S.H. bisa ditebak, pesan yang ingin disampaikan tak melulu tentang program kerja Polda Sumut untuk mensosialisasikan salah satu tugas dan tanggung jawab polisi dalam menanggulangi peredaran narkoba di Sumut. Terpampangnya hanya wajah Wisjnu Amat Sastro lebih menegaskan bahwa baliho bertujuan mengkomunikasikan sosok Sang Kapolda kepada publik. 

Polri paham betul, publik tidak membutuhkan sosok polisi sebagai individu. Publik membutuhkan Polri sebagai sebuah lembaga Negara. Sebuah lembaga yang harus mengutamakan tugas, fungsi, dan tanggung jawabnya. Bukan lembaga yang sibuk memperkenalkan personilnya, seakan-akan personil tersebut merupakan sosok anggota Korps Bhayangkara yang laik anutan seperti mantan Kapolri Jenderal Hoegeng.

Kapolda Sumut Irjen Pol Drs Wisjnu Amat Sastro, S.H. bukan Hoegeng yang layak jadi anutan publik. Apalagi keberadaannya sebagai komandan di Polda Sumut belum menunjukkan prestasi yang pantas dibanggakan, terutama terkait masalah peredaran narkoba di lingkungan masyarakat. Selama periode kepemimpinan Wisjnu Amat Sastro di Polda Sumut, tidak sedikit anggota Korps Bhayangkara yang terjerat kasus narkoba. Bahkan, salah seorang perwira menengah yang menjabat Wakil Direktur Reserse Narkoba terjerat kasus pemakaian narkoba.

Sebab itu, terhadap pesan yang ingin disampaikan lewat baliho Kapolda Sumut Irjen Pol Drs Wisjnu Amat Sastro, S.H., itu bukan perkara "menanggulangi peredaran narkoba di Sumut", tapi untuk mengkomunikasikan sosok seorang perwira tinggi Polri yang ingin terjun ke dunia politik. Belakangan, nama Wisjnu Amat Sastro santer sebagai orang yang ingin mencalonkan diri menjadi Gubernur Sumatra Utara periode 2013-2018.

Jika benar Wisjnu Amat Sastro akan mencalonkan diri menjadi Gubernur Sumut, lalu memanfaatkan institusi Polri untuk mendukung pencalonannya seperti yang diperlihatkan kepada publik melalui baliho-baliho tersebut, sudah saatnya Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Sumatra Utara mengingatkan hal itu. Baliho-baliho yang dipasang itu harus ditarik, karena merusak citra Polri sebagai lembaga Negara yang harus netral dalam realitas politik menjelang Pemilukada Sumut yang akan digelar 2013 mendatang.

Meskipun Pemilukada Sumut akan berlangsung 2013 mendatang, tapi hiruk-pikuknya telah menjadi perdebatan yang massif di lingkungan masyarakat. Banyak tokoh yang ingin menjadi Gubernur Sumut, mulai dari kalangan militer, pebisnis, politisi, sampai birokrat. Sejumlah partai politik di Sumut sudah mulai menjaring para calon Gubernur Sumut, yang membuat beberapa nama tokoh menjadi favorit.

Peta politik di Sumut semakin riuh. Para tokoh yang ingin menjadi calon Gubernur Sumut mulai sibuk mempromosikan diri, memasang baliho-baliho di seluruh pelosok Sumut, dan membangun jaringan yang luas. Mereka yang berasal dari lingkungan birokrat, seperti incumbent Plt. Gubernur Sumut Gatot Pudjo Utomo, yang memperkenalkan wajah dan sosoknya dalam bentuk baliho-baliho bertema kegiatan Pemda Provinsi Sumut. Baliho-baiho yang berisi program-program kerja pemerintah daerah itu sudah tentu dibiayai dengan anggaran APBD Sumut, muncul di seluruh pelosok di provinsi ini.

Baliho yang dipasang di tengah-tengah masyarakat menjadi pilihan utama para calon Gubernur Sumut dalam mengkomunikasikan dirinya dan program-program politiknya. Pilihan itu pula yang dilakukan Kapolda Sumatra Utara Irjen Pol Drs Wisjnu Amat Sastro, S.H., yang justru membangun kesan bahwa institusi Polri tidak akan bersikap netral dalam Pemilukada Sumut 2013 mendatang. Institusi Polri di lingkungan Polda Sumut akan diseret untuk memasuki lingkungan politik. Sudah tentu seluruh personil Polri yang ada di tingkat Polres/Polresta sampai Polsek akan terlibat mengingat kohesivitas di lingkungan anggota Korps Bhayangkara sangat kuat. 

Apapun alasannya, anggota Polri akan mendukung komandannya, apalagi terhadap seorang perwita tinggi Polri. Bahkan, seorang pensiunan perwira tinggi Polri selalu akan mendapat dukungan dari Korps Bhayangkara seperti yang terjadi saat Pemilukada Lampung ketika Irjen Pol Drs. Sjachroeddin Zainal Pagaralam, S.H. mencalonkan diri menjadi Gubernur Lampung pada priode 2002-2007. 

Meskipun Sjachroeddin ZP kalah dalam Pemilukada tersebut, tapi Korps Bhayangkara mendukungnya dengan menangkap calon Gubernur Lampung yang memenangi pemilihan, Alzier Dianis Thabrani. Hingga dua priode, Sjachroeddin ZP sebagai mantan Deputi Operasional Mabes Polri, ini terpilih menjadi Gubernur Lampung (baca: Inspirator Tanpa Kultus, Biografi Sjachroedin Zainal Pagaralam, 2011).

Rencana pencalonan Kapolda Sumut sebagai Gubernur Sumut akan mengganggu netralitas anggota Korps Bhayangkara. Kondisi ini bisa menyebabkan Pemilukada Sumut sebagai sebuah proses demokrasi yang rentan terhadap ragam konflik kepentingan, mengemuka sebagai sumber konflik yang berkepanjangan. 

Keberadaan Polri sebagai penjaga keamanan dan ketertiban masyarakat yang bertanggung jawab terhadap berlangsungnya proses demokrasi yang benar, pantas untuk disangsikan. Anggota Korps Bhayangkara akan menunjukkan keberpihakannya terhadap perwira tinggi Polri, sehingga proses demokrasi akan berlangsung dalam tekanan. 

Simpul ini tidak berlebihan mengacu pada komunikasi politik yang dilakukan Kapolda Sumut Utara Irjen Pol Drs Wisjnu Amat Sastro, S.H. lewat pemasangan baliho yang begitu massif. Tidak sedikit dari baliho itu dipasang di depan markas polisi sektor seperti yang terlihat di sepanjang jalan lintas Padangsidempuan-Sibolga. 

Institusi Polri milik semua lapisan masyarakat, tak boleh menunjukkan keberpihakannya kepada salah satu calon. Sebab itu, terhadap strategi politik yang dimainkan Kapolda Sumut Irjen Pol Drs Wisjnu Amat Sastro, S.H. publik pantas menyayangkannya.***

No comments

Terima kasih atas pesan Anda