Aku menapak jalan menuju puisi,
tertatih, sekali-sekali kakiku terperosok
onak yang ditanam orang-orang telah membelukar
cerukan-cerukan dalam dan langit menggelar kelam
aku tahu topan telah bersiap menghalau debu ke mataku,
hingga kehilangan bayangan sendiri
Perih menusuk dan langkahku makin kepayahan
menuju puisi. tenggorokanku ditanami musim kemarau,
sedang di kejauhan hanya punggung bukit yang curam,
tanjakan-tanjakan yang berpatahan.
aku memandangnya seperti sebentang keputusasaan
Tapi pikiranku menyimpan puisi
dengan halaman berumput hijau dan bunga-bunga pada pot
yang ditanam kekasihku. udara di sekitarnya menyimpan tawa
dari rasa bahagia yang lama.
ku terus berjalan menuju puisi, di tempat mungkin kau terbaring
mendambakan pertemuan kita seperti di masa muda.
tapi aku begitu kepayahan, begitu kelelahan.
tertatih, sekali-sekali kakiku terperosok
onak yang ditanam orang-orang telah membelukar
cerukan-cerukan dalam dan langit menggelar kelam
aku tahu topan telah bersiap menghalau debu ke mataku,
hingga kehilangan bayangan sendiri
Perih menusuk dan langkahku makin kepayahan
menuju puisi. tenggorokanku ditanami musim kemarau,
sedang di kejauhan hanya punggung bukit yang curam,
tanjakan-tanjakan yang berpatahan.
aku memandangnya seperti sebentang keputusasaan
Tapi pikiranku menyimpan puisi
dengan halaman berumput hijau dan bunga-bunga pada pot
yang ditanam kekasihku. udara di sekitarnya menyimpan tawa
dari rasa bahagia yang lama.
ku terus berjalan menuju puisi, di tempat mungkin kau terbaring
mendambakan pertemuan kita seperti di masa muda.
tapi aku begitu kepayahan, begitu kelelahan.