MAIN QUOTE$quote=Steve Jobs

MAIN QUOTE$quote=Steve Jobs

Breaking News

Dari Rahim Mana Sebaiknya Bupati Tapsel 2015-2020


Calon Bupati Tapsel periode 2015-2020

JABATAN Bupati Tapanuli Selatan, Syahrul M. Pasaribu, segera usai pada 2015 mendatang.  Tinggal hitungan bulan, pemilihan kepala daerah (Pilkada) akan digelar di Kabupaten Tapsel. Kabar yang santer,  Syahrul M. Pasaribu kembali mencalonkan diri. Tapi, tulisan berikut tidak ingin bicara tentang peluang Syahrul M. Pasaribu selaku incumbent  untuk memenangi kembali jabatan politis sebagai Bupati Tapsel periode 2015-2020.

           
Tulisan ini menyajikan hasil penelitian yang digelar Sahata Institute sejak Juni 2013 sampai Juni 2014. Berangkat dari sejumlah pertanyaan tentang dari rahim apa seharusnya Bupati Tapsel periode 2015-2020 dilahirkan, karena rahim pasar/bisnis yang melahirkan Ongku P. Hasibuan dan rahim partai politik (Partai Golkar) yang melahirkan Syahrul M. Pasaribu, ternyata tidak membawa perubahan signifikan pada dinamika pembangunan daerah.

Banyak indikator yang bisa diajukan untuk menyebut pembangunan daerah tidak berdinamika ketika Bupati Tapsel lahir dari rahim pasar/bisnis dan rahim partai politik. Salah satunya adalah soal ketidakmampuan Ongku P. Hasibuan maupun Syahrul M. Pasaribu dalam memindahkan ibu kota Kabupaten Tapsel dari Kota Padangsidempuan ke Kota Sipirok.  Artinya, selama tujuh tahun jika dihitung sejak tahun 2007 sampai 2014,  disengaja atau tidak telah terjadi perlawanan terhadap konstitusi negara yang mengamanatkan pemindahan ibu kota Kabupaten Tapsel dari Kota Padangsidempuan ke Kota Sipirok.

Dampak yang  lebih subtansial terasa pada tidak terpenuhinya amanat UU No 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Public, sehingga peran dan fungsi negara yang dijalankan birokrasi pemerintahan daerah kehilangan situs aksiologinya sebagai pelayan masyarakat.  Sebab itu, rahim pasar/bisnis dan partai politik bisa disebut gagal menyelesaikan sekian banyak amanat reformasi di Kabupaten Tapsel, sehingga perlu mencari alternatif rahim lain untuk melahirkan calon Bupati Tapsel periode 2015-2020. 

Agenda terpenting Bupati Tapsel periode 2015-2020 adalah memindahkan pusat pemerintahan dari Kota Padangsidempuan ke Kota Sipirok sebagai amanat konstitusi negara.  Sebab itu, dibutuhkan Bupati Tapsel periode 2015-2020 yang punya niat baik untuk merealisasikan agenda tersebut pada tahun pertama, sehingga pada tahun kedua dan seterusnya bisa lebih focus menggeliatkan dinamika pembangunan daerah demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Ada banyak alternative “rahim” yang bisa melahirkan Bupati Tapsel periode 2015-2020 seperti:  rahim birokrasi, pendidikan (intelektual), partai politik, pasar/bisnis, militer,  organisasi massa (aktivis), dan daerah atau kecamatan/kelurahan/desa.   Dari sekian banyak rahim itu, hasil penelitian Sahata Institute yang dilakukan diseluruh kecamatan yang ada di Kabupaten Tapsel, memperlihatkan  sentimen positif publik perihal ”rahim” daerah sebagai jalur utama yang layak diperhitungkan menjadi Bupati Tapsel periode 2015-2020.

Sekitar 75 persen responden setuju agar tokoh-tokoh daerah, dari kecamatan manapun di Kabupaten Tapsel,  harus maju sebagai calon Bupati Tapsel periode 2015-2020.  Alasan publik lebih dikaitkan dengan latar belakang kultural masyarakat seluruh kecamatan di Kabupaten Tapsel yang merupakan sebuah diaspora dari Batak Angkola, dimana antara masyarakat di sebuah kecamatan memiliki kohesivitas yang tinggi dengan masyarakat di kecamatan lain karena ditautkan oleh ikatan kultural sebagai sesama masyarakat Batak beradat Angkola. Adanya ikatan-ikatan sosial karena asimilisasi yang disebabkan pernikahan, membuat kohesivitas yang ada terjalin sebagai ikatan kekeluargaan.
           
Secara teoritik, sentimen positif publik sejalan dengan konsepsi ideal desentralisasi sebagai semangat reformasi.  Artinya, reformasi mengamanatkan agar mereka yang  seharusnya menjadi Bupati Tapsel adalah orang yang sudah teruji  dan terlatih kemampuannya pada skala tertentu (kecamatan/kelurahan/desa),  sehingga ketika ingin naik ke tingkat daerah (bupati) sudah punya basis yang jelas dan tegas.  Ketika menjadi Kepala Daerah, mereka tinggal meningkatkan skala pemikiran dan gagasan. Jika selama ini terlatih berpikir dalam lingkung local kecamatan/kelurahan/desa, ketika jadi Kepala Daerah harus meningkatkan skala menjadi local kabupaten.

Selama ini, mayarakat selalu dicekoki dengan kebohongan, bahwa para calon Kepala Daerah yang berasal dari rahim pasar/bisnis, intelektual, militer, birokrasi, partai politik, organisasi kemasyarakatan, pasti sudah bisa menjadi Bupati (ready made politician). Padahal, nyaris tidak ada seorang pun di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang dipastikan sudah  bisa jadi Kepala Daerah. Kecuali para incumbent, maka setiap orang yang ingin menjadi Kepala Daerah sesungguhnya masih perlu melalui proses pelatihan, penguatan, dan pemahaman (training ground) sebelum akhirnya benar-benar piawai. Dengan kata lain, jika Kepala Daerah yang lahir dari rahim kecamatan/kelurahan/desa adalah figure yang terlatih, besar peluangnya untuk sukses mengelola politik/pemerintahan pada level kabupaten.

Tentu saja pemimpin level kecamatan/kelurahan/desa tidak gampang untuk bisa maju sebagai calon Bupati Tapsel. Pasalnya, demokratisasi politik di negeri ini memberi peran sentral terhadap partai politik untuk mengekalkan sentralisme politik. Intervensi elite pusat dari partai politik sangat tinggi. Pertimbangan utama figur calon Kepala Daerah adalah kalkulasi riil politik, selain juga hasil transaksi di pasar gelap kekuasaan.  Nasib rakyat hanya untuk alasan, dibicarakan tetapi rakyat dikorbankan.

Dalam situasi seperti ini, hukum besi oligarki mewujud.  Posisi Kepala Daerah dicaplok dan diklaim semata untuk figure dari  rahim partai politik dan para elite lama. Akses ke tubuh kekuasaan menjadi sukar.  Kekuasaan ditetapkan sebagai bukan mainan dari orang-orang di luar partai politik atau elite lama, sehingga rahim kecamatan/kelurahan/desa mustahil akan tampil sebagai Kepala Daerah.  Tapi sengkarut demokrasi ini bukan tak bia diluruskan.  Pasalnya, ada regulasi pemilu yang memberi peluang bagi lahirnya Kepala Daerah dari kantung independen.  Meskipun begitu, soal ini sangat tergantung pada rakyat sebagai pemilih. *

1 comment:

Terima kasih atas pesan Anda